Senin, 07 Agustus 2017

08.08.2017

Setiap orang berhak bahagia,
Begitu juga dengan kau.
Setiap orang menginginkan yang terbaik untuknya,
Pastinya kau.
Jawaban terbaik adalah waktu.
Dimana sekarang, kalimatmu adalah konsekuensiku. 

Kamis, 27 Juli 2017

Jumat, 21 Juli 2017

22.07.2017

I feel so little fucked up sometimes.
Dini hari, 1:10 AM tulisan ini dibuat. Aku mati rasa. Comfortably numb. Merasa semuanya telah sia sia dan salah. Penyesalan saja tiada berguna. Mencoba berubah? Pastinya. Tapi kadang memang keegoisan melebihi segalanya, merusak semuanya. Tidak semuanya bisa difikir menurut pandangan kita saja memang. Kalau masih seperti itu, egois namanya. Ndak konsisten, labil, nyakitin mulu. Sumpah, manusia apa sampah sebenernya aku ini?
Bodoh.
Dari dulu kesalahanku selalu sama. Takut menyakiti orang lain. Jadi apapun itu, aku selalu memilih kata yang menurutku bisa diterima dengan baik. Benar memang, kelihatannya tepat. Tapi bodohnya tidak pernah berfikir apa dampak dari kata kataku itu. Dan seringkali, itu lebih menyakitkan.
Aku kecewa. Pada diriku sendiri. Selalu salah dalam menilai orang. Bodoh tingkat apa ini?
Blog ini, kepuasan batinku. Karena hanya dengan Tuhan, dan diriku sendiri aku bisa memahami apa yang aku rasakan. Meski kadang, aku pun benci kepada diriku sendiri.
Aku tidak pernah menyalahkan masa lalu. Sama sekali tidak. Tapi, aku terlalu takut masa lalu itu terulang kembali, atau lebih menyakitkan. Entahlah, kadang memahami diriku sendiri aku juga terlalu keberatan.
Rasanya semuanya hilang. Aku tidak bisa percaya siapapun sekarang. Rasanya sakit, tapi hambar. Sudahlah, aku menganggap mati rasa.
Sebenarnya, hidupku ini sudah berkecukupan. Aku bisa sekolah, aku bisa maen, makan, everything I can do. But, selalu saja masih ada yang kosong. Ya, aku tidak selalu bisa merasakan kebahagiaan didalamnya. Dan pekan ini, ada satu yang benar benar ku sesali. Aku benar benar merasa tidak berguna sekarang. Aku terlalu egois untuk tetap menyuruhnya mempertahankanku. Memang, aku sangat menyayanginya. Dan biarlah, apapun dia menganggapnya, yang jelas sedikitpun aku tidak ingin menduakannya. Memang, sempat terlintas di otakku untuk menyukai orang lain. Karena apa? Karena hari itu memang pikiranku gelap dan ditambah ada kabar dia selingkuh. Perempuan mana yang tidak berfikir demikian? Aku yakin semuanya pasti berfikir demikian. Itu wajar menurutku. Yang tidak wajar, ketika pikiran itu lalu di realisasikan dan mendualah ia akhirnya. Itu kebangetan.
Aku benar benar down. Aku nggabisa mikir jernih. Aku tau dia kecewa berat. Tapi tidak perlu bersumpah, aku sama sekali tidak serius dengan kalimatku itu. kalimat “Aku takut merasa nyaman dengannya” “Aku takut menyakitinya”. Sama sekali tidak ada perasaan apapun didalamnya. Memang bodoh aku. Kembali ke pernyataanku diatas. Aku, takut menyakiti lawan bicaraku. Aku tau dengan siapa aku bicara, dan selama ini hanya kalimat itu yang bisa mengalahkan semua pendapatnya. Aku capek disalah salahin. Aku tau aku salah. Aku memang masih merasa bersalah karena hubunganku dengannya memang sangat dekat. Dan dia, yang menemaniku susah dan senang. Cukup sang mantan yang merasakan bajinganku. Cukup aku yang bentrok dengan dia. Sahabatku, jangan. Tapi kesalahanku ada pada kata kataku. Mulutku harimauku. Dimakan sudah aku.
Aku tidak bisa menyalahkan apapun, siapapun, bagaimanapun aku terlibat banyak dalam urusan ini. Aku terlalu egois. Aku tidak bisa intropeksi, aku selalu merasa paling benar. Aku menginginkan semua orang mengerti aku, tanpa imbal balik. Banyak yang bilang, aku pintar. Iya, pintar dalam urusan akademik. Kehidupan? Nol.
Aku tau yang sahabatku lihat, aku tersakiti, aku sering nangis. Ya begini ini aku, gampang percaya sama orang. Dan sekali percaya, blak blakan saja sudah. Tapi semua terlambat. Mereka hanya tau apa yang aku rasakan beberapa minggu lalu. Seandaikata hari itu tidak ada, aku masih merasakan hal yang sama. Bukan karena benar benar disakiti, namun karena pikiranku yang terlalu lebai.
Aku ini lemah ternyata. Kebanyakan nangis. Curhat sana sini. Umbar di sosmed. AH. BODOH.
Yang baru kusadari, dan bisa dibilang agak terlambat adalah tentangnya. Perasaan. Yang selama ini mati matian kujaga, kandas karena kecerobohanku. Sumpah, aku takut dia meninggalkanku sekarang. Tapi disisi lain, aku berharap demikian. Agar dia tak lagi terbebani denganku. No. Aku tidak menginkan perpisahan sekarang. Aku sedang memulai dari awal. Biar aku saja sudah. Aku tau hati ini berkata apa. Sulit baginya memang. Seorang yang pernah kecewa tidak akan mudah mengobati rasa marah di hatinya. Mudah kali memang memaafkan. Tapi kenangan tetaplah kenangan. Kenangan ada untuk dikenang. Sekalipun tidak dikenang, secara tiba tiba bisajadi ia terkenang sehingga sangat mustahil dilupakan.
Dari luar, memang ku akui, dia termasuk lelaki yang bisa dibilang tidak lemah lembut. Dulu, aku berfikir dia kasar, dia egois, dia blab la bla. Tapi setelah berargumentasi dengan diriku sendiri, aku sadar, memang begitu dia sebenarnya. Itu hanya wataknya saja. Tidak semua orang bisa disamakan. Dan itu benar.
Atas alasan, lelaki yang kasar akan selalu mempermainkan wanita, aku mengiranya demikian. Tapi kembali lagi, tidak semua orang bisa disamakan.  At last, aku salah besar, benar benar besar. Perkataannya yang selalu ku abaikan. Sarannya yang selalu kusepelekan. Ah, malu aku.
Sudahlah. Aku memang tidak tau harus berbuat apa selain mencoba untuk tetap konsisten. Berhenti menyalahkan keadaan karena memang ini salahku. Dan sedikit demi sedikit belajar dewasa.
Aku ragu, pagi nanti aku harus chat apa ke dia. Selamat pagi kah? Aku malu. Benar benar malu.
I LOVE YOU,
Sat, 22 July 2017

*Btw, 22 Mei 2016, awal kita mulai chatting lagi setelah vakum lho, hehe.

Sabtu, 15 Juli 2017

16.07.2017

Hari ini adalah kemarinku yang ku semogakan
Ada umpan dibalik jala,
Pun ada hikmah di setiap peristiwa

Nantinya, umpan itu akan dikerumuni banyak ikan
Tapi sayang, ikan itu tidak tau bahwa yang didekatinya adalah ujung kematian
Dia hanya melihat apa yang dia butuhkan,
Dan mendekat tanpa rasa penasaran

Siang hari di berlin,
Aku teringat akan kata seorang pembuat cermin
Dia berkata,
Cermin ini adalah sahabat kita yang sejati,
Hanya dia yang tidak akan menertawakanmu ketika kamu sedang tersakiti

Kemudian berjalan menyusuri lorong lorong kota,
Aku teringat beberapa tahun silam,
Kekasihku pernah mengajariku banyak hal tentang dunia,
Tapi aku mengabaikannya
Aku berkata, itu menurutmu semata,
Aku berbeda
Kemudian suatu senja, dibawah kaki langit jingga,
Aku mengenang suatu perkara
Dimana disana, aku mulai bisa mencerna setiap kata darinya

Bahwasanya seorang penjahat belum tentu berkhianat.

Kamis, 13 Juli 2017

14.07.2017 #Fqstory2

Tengah malam, adalah waktu dimana alam rasanya bersatu dengan suasana hati. Kau tau sayang? Memang aku selalu mengatakan “Aku sudah melakukan yang terbaik semampuku”. Memang, begitulah kiranya. Aku selalu berusaha menjadi apa yang kamu mau meskipun pada akhirnya, aku lah agi yang menghancurkannya.
Menjadi seseorang yang baru itu sama sekali tidak ringan bagiku. Kau tau lingkunganku, dan kuharap kau memang benar benar tau kepribadianku. Amatsangat labil sekali. Itu kenapa aku kadang membenci diriku sendiri. Satu kelemahanku yang memang dari dulu sudah kutau, dan mala mini terucap olehmu : aku tidak bisa mengoreksi kesalahanku sendiri.
Sebenarnya aku sudah lelah. Hampir bisa dibilang putus asa. Aku rasanya ingin menyerah. Kuharap Tuhan memaafkanku karena aku telah berfikir aku tidak berguna. Tangisku tidak terlalu pecah malam ini. Lumayan lah kalau dibandingkan sebelum sebelumnya. Tapi, penyesalan demi penyesalan luar biasa berdatangan. Aku tidak menemukan diriku disini. Lalu dimana? Akankah kau masih sudi menemaniku mencarinya?
Kau bilang aku sengaja melakukannya, kau bilang aku menyusun semua skenarionya. Kau tau sayang? Bahkan berfikir tidak membalas chatmu saja sama sekali tidak terlintas di otakku.
Hubungan kita baik baik saja, sampai seingatku bulan April kemarin. Awalnya satu masalah, kemudian lagi lagi lagi dan lagi. Mungkin iya, yang aku mau Young, Wild and Free. Tapi aku tau, aku sudah tidak bisa se free itu lagi kan?!
Aku marah? Jelas. Tapi siapa yang mau disalahkan. Itu adalah milikku, dan semuanya adalah tanggung jawabku. Aku tidak bisa begitu saja memarahimu, memakimu. Tidak mungkin. Semua itu berlalu begitu saja. Dan sejak hari itu, aku berjanji pada diriku bahwa aku akan mempertahankanmu bagaimanapun itu.
Jauh sebelum aku mengenalmu, pergaulanku ya begini adanya. Model pertemanan yang kukira biasa saja. Aku bukan orang independent seperti yang kamu lakukan saat ini. Sama sekali bukan anti-social. Dan, ya. Aku memang lebih terbuka kepada teman dekatku. Selama ini mereka yang mengerti tentangku. Aku suka berbagi, aku suka bercerita. Dan beribu maaf karena kamu pernah tersinggung dan menganggapku menjelek jelekan kamu. Sungguh, aku minta maaf. Karena, aku butuh bercerita apa yang sedang aku rasakan. Itu akan membuatku lega. Dan sungguh, aku bercerita apa adanya. Dan tidak ke semua orang. Kamu bisa hitung berapa sahabat dekatku dan tidak semuanya kupercaya untuk berbagi cerita.
Tidak tau lagi apa yang aku rasakan malam ini. Aku masih belum mengerti kenapa kamu dulu mendekatiku, kenapa kamu dulu menyatakan rasa itu padaku. Aku sudah menjadi yang lain sekarang. Terlalu berat untuk berkata ‘aku ingin menjadi seperti dulu’. Itu amat jauh rasanya. Sedetik yang lalu saja sudah tidak bisa ku ulangi. Lalu ini apa?
Aku sangat menyayangimu. Tanpa alasan. Ya, itu terjadi secara tiba tiba. Itu kenapa aku juga terlalu sulit menemukan alasan untuk meninggalkanmu sekarang. Kamu memang tidak sempurna, aku tau. Kamu juga bukan idaman, aku mengerti. Sungguh. Tapi aku baru menyadari bahwa selama ini, dari awal kita bertemu sampai hari ini aku belum menemukan alasan kenapa aku masih bertahan. Banyak hal yang bisa dielak sebenarnya. Mendapat respon negative, cacian, kompor, itu sudah menjadi makananku sehari hari.
Kadang aku terlalu berlarut menanggapi omongan itu, hingga aku akhirnya agak mundur dibelakangmu. Lalu, ketika positive thinkingku kembali, aku menguatkan hatiku lebih kuat lagi untuk mendekat kepadamu. Ya, memang sebangsat itu aku.
Ah sudahlah, kata Pidi Baiq :
“Jadi, Sia-sia kata-kata. Aku sedang setuju. Kita pernah senang. Harus lagi. Mari mulai."
Begini saja, aku tidak bisa berfkir jernih pagi ini.Semua memori indah, masih tersimpan rapi disini. Aku tak mau lagi menyakitimu apapun itu. Aku harap aku bisa mengkondisikan rasa rindu ini agar aku tidak ingin bertemu denganmu lagi. Aku tau siapa aku. Harusnya tidak begitu.
Memang rumit, beginilah. Ya, memang wanita. Bisanya hanya meneteskan air mata saja. itu bukan senjata, sayang. Tapi apa yang bisa kami wanita perbuat lagi. Entahlah, aku kurang mengerti tentang sandiwara. Disini aku berbicara tentang aku. Hanya itu, tidak lebih.
Aku selalu menyempatkan menyebut namamu disetiap doaku, terutama setelah solat. Kau tau kenapa? Karena aku tau, Tuhan lebih berkuasa dariku, jadi aku memintamu kepada yang menciptakan dirimu.
Sudahlah sayang, sebentar lagi subuh berkumandang, dan aku harus memaksa mata ini terpejam.
Untukmu, dari jauh, aku merindu.

-       Ditulis dengan rasa strawberry dan coklat.
nt-style:italic'> 

-       Ditulis dengan rasa strawberry dan coklat.
mily: "Arial","sans-serif";mso-fareast-font-family:Arial;color:#333333'>-       Ditulis dengan rasa strawberry dan coklat.

Rabu, 12 Juli 2017

12.07.2017 #Fqstory1

Tentang cinta, siapa sih yang bisa menjelaskan arti cinta dengan sejelas jelasnya? Aku rasa tidak akan ada yang bisa menjelaskannya dengan detail. Menurut para ahli, atau kata-kata bijak yang banyak beredar tentang definisi cinta, itu hanyalah gambaran saja. Bagaimana nampaknya cinta itu di khalayak umum. Tentang sejatinya cinta, hanya kita yang bisa merasa. Tentu,  karena kasih Tuhan semata tentunya.
Manusia tidak akan bisa terpisahkan dengan yang namanya penyakit. Mungkin beberapa saja diantara kita, milyaran manusia yang tidak pernah terjangkit penyakit mulai dari orok sampai dia mati sekalipun. Lagi lagi, itu karena kasih sayang Tuhan.
Hari ini, aku mulai mengerti bagaimana cinta menjalankan perannya sebagai dokter. Uhm, mungkin dokter sekaligus obatnya ya, hehe. Entahlah, aku sudah terbiasa dengan penyakit ini sejak kelas 5 SD. Tidak parah sih, tapi kalau dateng ya drop banget rasanya. Tapi kali ini dia beda. Sama sebenarnya apa yang aku alami, tapi aku dapet obat yang beda.
Percaya atau tidak aku juga hampir tidak percaya, aku belum mengkonsumsi obat medis sama sekali. Sebenarnya sudah mulai dari kemarin malam aku merasakan pusing yang begitu memusingkan ya tentunya, wkwkwk. Nggak deh, bercanda. Pusing yang ya, lumayan berat sampai akhirnya aku tertidur. Aku tidak memimpikan apapun lagi selain dia, sendiri. Bangun jam 3, sholat tahajud, dan memanjatkan doa. Ngantuk benar mata ini rasanya. Aku khawatir saat berdoa malah ketiduran. Doaku itu itu saja. Seandaikata malaikat bisa mengeluh, mungkin dia akan protes karena bosan dengan doaku, untungnya malaikat tidak punya rasa demikian ya, hehe.
Jam 5 kurang, aku mendapat video sejenis tilawatil begitulah, adem rasanya, sampai lagi lagi aku tertidur pulas. Padahal aku sekolah hari ini -_-. Jam 8 lebih aku terbangun, blur sekali pandangan ini kurasa. Begitu lensa mata terfokus pada jam dinding yang menunjuk jarum panjang di 6, aku langsung bergegas prepare go to school. Nyampe sana, udah rame banget dah, udah bisa ketawa ketawa, seneng lah pokoknya.
Aku nyari makan sama temenku, siomay. Aku pengen banget makan siomay seminggu ini, eh Alhamdulillah ketemu disini. Bagiku, makan tanpa sambel itu hambar rasanya. Yaudah, langsung tambahin aja deh. Selang beberapa menit, sakit banget dah ini perut rasanya. Nyalur ke kepala, beh pusing banget rasanya. Aku pulang, sempet cek lab dan ya penyakit itu datang lagi, wkwkwk.
Aku bener bener ngga pegang hp seharian ini. Sekitar jam 7 an, setelah bersih diri, aku telfon dia. “DIA” yang selama ini masih dan selalu menjadi tempat dimana aku ingin bersandar, berhenti berlari, menangis, tertawa, dan berbagi rahasia. Aku tau dia marah, aku tau hubungan kita masih belum stabil. Hampir kehilangan arah. Tapi sebisa mungkin, aku memperbaikinya. Kalau ditanya, sungguh aku ingin berbagi rasa dengannya, seperti awal kita memulai semua. Toh, indah juga untuk dirasa.
Bukan, bukan itu yang ingin kuceritakan. Tapi begini, setelah beberapa kali telfon ndak diangkat, diangkatlah telfon itu. Aku senang, sedih, takut, canggung, dan lain lain. Tapi bagaimana lagi, rasanya sakit di kepala ini hampir hampir hilang seketika. Suhu badan ini seakan akan turun drastic, begitu sempurna. Aku tidak merasa lemas sama sekali. Sungguh aku terlalu rindu hingga suaranya saja bisa mengobati rasa sakit yang harusnya ditebus dengan obat ratusan ribu :).
Hm, entahlah apa yang harus aku lakukan. Aku memang sangat merindukannya.
Hanya Tuhan yang menguatkanku dalam rindu ini. Yang tak banyak orang mengerti.

-          Ditulis dengan segaris senyuman, dan berbutir butir airmata, wkwkwk

Senin, 10 Juli 2017

10.07.2017 (2) "Cerita Bunda"

Dulu, bunda mengenali bapakmu ketika di sekolah menengah
Berbalas surat cinta beramplop merah
Didepannya tinta merah jambu menebarkan pesonanya
Disana tertulis, Teruntuk Adinda, Surat ini berbicara

Kau tau nak,
Perasaan sebaya bunda tidak bisa bunda utarakan begitu saja
Masih ada malu malu kucing, begitu kata orang dulu
Ah, jadi malu lagi bunda cerita kepadamu

Tapi kamu harus tau,
Anak muda zaman sekarang memang tidak terlalu beretika
Agak kurang bisa menghargai adat ketimuran  kita
Ingkan semua terserah mereka,
Ikuti budaya barat, semuanya di oke kan saja

Sungguh miris rasanya
Pacaran karena rupa, harta
Tak memandang moral agama dan etika
Seenak udel mereka saja

Kau tau nak,
Di teras rumah ini biasanya bunda menunggu kabar dari sang burung dara
Tentang secarik kertas yang dibalut pita
Dengan coretan halus penawar luka

Iya, di teras ini awal kisah cinta bunda bermuara

10.07.2017

Ada kalanya perasaan manusia berubah ubah,
Seiring dengan pengalaman dan rasa yang mereka alami
Ada kalanya emosi silih berganti,
Selaras dengan semakin dewasanya seorang diri
Kadang yang lemah tiba tiba menjadi gagah
Yang teramat kuat seakan akan menjadi tak berdaya
Kalian bisajadi menang hari ini.
Mengalahkan apa saja yang kalian hadapi
Tapi ingatlah, Allah Maha membolak balikkan hati
Jangan semena mena terhadap apa yang kalian miliki
Manusia tetaplah manusia
Ia masih menjadi manusia seberapapun kalian mengaguminya
Diantara yang lainnya,
Tetaplah menjadi manusia yang selalu bersyukur atas segala usaha dan doa


Jumat, 12 Mei 2017

12.05.2017

Hidup ini, tidak melulu mengenai duniawi dan isinya
Ada kalanya cinta kasih Tuhan mengambil bagian didalamnya
Bermain peran melibatkan seluruh raga umatnya
Sekali kali memberi ilmu baru untuk bekal perjalanan selanjutnya

Kadang kita terlalu menyibukkan diri
Seakan akan takbisa selain fokus dengan apa yang kita cari
Apa yang sedang kita harapkan, kita tunggui
Seiring waktu, tanpa sadar lupa akan Sang Ilahi Rabbi

Kemana kau ketika sedang bahagia?
Tak muluk muluk bersujud padaNya,
MenghadapNya sudah seakan akan tak penting bagi kau, benar?
Lalu keadaan akan berbalik sekenanya saja,
Disaat airmata itu mulai menghilangkan tawa,
Disaat perlahan yang kau sadari adalah musibah,
Tak disuruh pun dengan senang hati kau menceritakan semuaNya,
Dengan isak tangis seakan akan kau benar benar menyesal
Padahal itu adalah omong kosong belaka

Kau melakukannya karena kau memang terdesak
Cobaan itu membuatmu terisak
Dan kau baru mengerti sekarang,
Kemana saja kau selama ini saat senang?

Kamis, 11 Mei 2017

11.05.2017 (4)

Ketika malam sudah teramat larut
Kau masih saja tertunduk lesu di sudut ruang dekat pintu
Kosong, pandanganmu menatap lurus ke bawah
Seakan akan ada keajaiban disana

Aku melihatmu dari kejauhan,
Tak kuasa aku menyentuhmu sayang
Airmata ini mulai bergelimangan perlahan
Rasanya begitu menyesakkan

Aku pernah membencimu,
Sumpah. Aku terlalu sering melakukannya.
Tapi, inilah konsep kehidupan yang takpernah kumengerti arahnya
Aku bisa sekejap membenci dan mencinta,
Bahkan di waktu yang sama

Kini kau terluka,
Ada sebuah nama di diary kecilmu yang tergeletak
di atas meja makan ruang tengah
Biarpun hanya secarik kertas lusuh yang tak lagi bermakna,
Untuk siapapun yang menemukannya

Tapi tidak untukku
Aku tau, aku menyayangimu
Bagaimanapun keadaanmu
Tapi kini kau kucabik dengan cakaranku
Sedikit demi sedikit terluka,
Pelan tapi pasti bersimbah darah

Sayang,
Untuk apalah kini kata maaf?
Kau yang kusayang,
Kau yang kubuat malang
Kau yang kucinta,
Kau yang kubuat kecewa

Malam ini, 
Izinkan aku mempelajari sekali lagi
Bagaimana cara mengobati luka hati
Yang terlalu dalam menancap di relung sendiri
Kumohon izinkanku merubah semuanya
Dari diriku, dan sifatku yang semena mena

Aku masih menyayangimu
Aku minta maaf untuk kesekian kali kesalahanku.

Rabu, 10 Mei 2017

11.05.2017 (3)

Hai kawan,
Bagaimana kabarmu hari ini?
Ku dengar kau baru saja patah hati?
Sudahlah tak mengapa,
Jangan lagi menangis dan bersedih
Itu percuma, tak berguna, buang buang energi.

Kawanku, kumohon dengarkan aku kali ini saja
Aku akan bercerita tentang bagaimana benarnya mencinta
Untuk dia, yang hari ini telah membuat sesak dada,
Jangan pernah kau ungkapkan semua sumpah serapah,
Itu bukan cinta namanya.

Terkadang, ketika ada yang datang kepadaku
Menceritakan tentang bagaimana rumitnya kisah cintanya didepanku,
Aku hanya bisa tersinyum simpul mengiyakan semua itu

Kau tahu apa sayang?
Tidak serta merta kemudian kau mendapatkan kesempurnaan,
Dari cinta yang kau inginkan
Tuhan tidak se instan dan segratis itu mengirimkan
Tidak akan mungkin juga terlambat dan terabaikan

Ketika kamu merasa kamu dan dia bukan jodohnya
Kumohon jangan terlalu terburu buru memutuskannya
Tidakkah sayang hubungan yang kalian bina?
Tidakkah itu terlalu egois mengejar kesempurnaan semata?

Cinta yang sempurna,
Adalah dimana cinta itu ada, dan kalian lukis dia sedemikian rupa,
Bersama, dengan berbagai warna,
Sehingga menyatu dengan senja.

Sayang, Kesempurnaan cinta itu ada pada kalian,
Dan kalian buat sendiri.

Kawanku,
Ketika sampai kamu merasa cintamu menyakitkan,
Kumohon, ingatlah dirimu kepada Tuhan.
Ketika kamu merasa kamu tak lagi dianggap oleh yang kamu sayang,
Kumohon, tetap ingatlah kepada Tuhan.

Bersujudlah, menangislah hanya dalam sujudmu, sayang.
Sebut namanya di sela pinta yang kau panjatkan.
Percayalah kepadaku, Kawan.
Kekuatan doa tak akan terkalahkan.
---------------------------------------------------------------------------

*untuk seseorang yang ada disana. Semoga Tuhan masih menjaga rasamu untukku. Aku mencintaimu.

11.05.2017 (2)

Sayang, lagi lagi malam ini aku merindu
Semua ini salahku, 
Aku tak berdaya konsisten pada ucapanku
Aku tak kuasa mengalah pada keegoisanku

Malam ini, setahun yang lalu,
Masih tergambar jelas betapa bahagianya aku 
Bisa berkomunikasi denganmu.
Sosok dambaan, yang tak sedikit wanita cantik terpikat olehmu

Sayang,
Dua kali kita bertemu minggu ini,
Rasanya amat sangat berbeda sekali
Betapa pertemuan itu tak bisa kunikmati

Jarak kita teramat dekat,
Menatap matamupun bisa ku lakukan lekat lekat
Tapi lisan ini, dia bungkam 
Tak mau sedikitpun mengucapkan gejolak hati yang merintih

Rasanya, maafpun tak akan mengobati
Luka di hatimu mungkin tergores terlalu perih
Mungkin aku terlalu tega mengukir lara pada yang terkasih
Tapi apalah daya aku yang dari salah dan dosa takpernah lalai?

Kuharap, suatu saat ketika tulisan ini sampai kepadamu,
Kau bisa menggambarkan betapa aku teramat bersyukur dapat mengenalmu
Betapa aku sangat mencintaimu,
Hingga kelopak mawar yang kujaga dan kurawat mulai tumbuh,
Sampai akhirnya dia terjatuh, di taman depan kamarku.

Sayang, 
Aku tak lagi akan berkata ingin mengakhiri hubungan ini
Tapi, tidakkah kau tau bagaimana rasa mencintai,
Aku masih membutuhkanmu disini,
Itu sebabnya, 
Doaku untukmu kuusahakan tak putus mengiringi

11.05.2017

Tuhan, aku percaya betapa hadirMu menenangkanku
Hari ini, kukira tepat sebulan dihitung dari kita tertawa kembali
Aku, dan dia

Tuhan, Kau Maha Mengerti perasaan para hambaMu
Malam ini aku bersujud meminta belas kasihMu
Aku rapuh, rasa cinta ini telah membuatku lumpuh

Tuhan, kuharap Kau masih mau menerimaku
Seorang hamba yang hina,
Yang banyak meninggalkan amalan sholatnya.

Malam ini, ku mendongak menatap betapa indah langit yang membentang
Betapa indah kuasaMu Ya Rabb.
Dan lagi lagi aku mengingatnya.
Ini adalah kesekian kalinya rasa ini memukulku jatuh,
Tersungkur layaknya hamba sahaya yang ditampar tuan majikannya.

Tapi Ya Rabb, 
Mungkin ini adalah teguranMu.
Betapa aku yang lalai memanjatkan syukur kepadaMu
Dan lebih girang menikmati gemerlapnya duniaMu.

Selasa, 18 April 2017

18.04.2017 (2)

Apakah aku akan kehilanganmu?
Aku benar benar merindu
Aku takut aku akan gila karena perasaanku
Aku takut jika kelak aku benar tidak bisa memilikimu
Aku takut jika aku hanya bisa mencintaimu dari jauh

Sayang,
Maaf. Masihkah kau perkenankanku memanggilmu dengan sebutan sayang?
Aku hanya bisa berharap dan berdoa sekarang,
Semua kekosongan di hatiku, layaknya rombongan semut dan rajanya
yang berbondong bondong datang

Sayang,
Kini celah yang dulu kau tutup dengan sisi lembutmu,
Kembali menganga layaknya jurang di tepi kampungku dulu,
Yang siap menelan siapapun pemburu yang lewat disitu

Kau tau bagaimana aku ketika meragu dengan perasaanku?
Disitu, aku takut bahwa ini hanyalah permainan kekaguman yang kaku,
Atau bahkan hanya menjadi rasa penasaran yang tidak lama bersemayam dihatiku

Sekali lagi, 
Tidakkah kau malam ini menghubungiku?
Aku takut mengirimkan pesan, menanyakan kabarmu,
Atau sekedar bertanya sedang apa kau disana, menyapamu

Aku takut jika aku lagi lagi tak kuat menahan air mata ini
Malam ini, kutatap keluar jendela,
Kulihat kerlip bintang begitu indahnya
Dan kau tau apa?
Dengan ini, kuharap rinduku terobati barang sepersekian detik saja,

Sayang,
Sekarang sekelilingku sangat ramai, tapi aku masih merasa sepi.
Jikalau benar waktuku harus pergi,
Jikalau memang semuanya telah usai,
Dan jikalau faktanya kisah kita tak lagi bisa diperbaiki,
Percayalah padaku sekali ini

Aku tidak akan berjanji,
Hanya saja, aku akan terus mengingatmu,
Dan kenangan di bawah langit malam kala itu.

18.04.2017

Suatu hari nanti, 
Mungkin ada saat dimana aku akan terbiasa tanpa kehadiranmu
Suatu saat nanti,
Mungkin benar benar ada waktu untuk tersenyum tanpa pelukanmu
 Suatu waktu nanti
Yang mungkin bisa menjadi benar benar terjadi

Di ruang ini, aku biasa melampiaskan semuanya
Marah, sedih, kecewa, bahagia akan hadirmu,
Semuanya kurasakan disini,
Sendiri.

Kau tau sayang, hari ini aku benar benar merindu
Jatuh cinta padamu tidak semudah yang kubayangkan
Lalu kenapa semuanya menjadi menyakitkan?
Apa salahku ketika aku mengungkapkan tentang perasaan,
Dimana aku senantiasa menunggu kepastian,
Tengah menunggu jawaban,
Bahwa kau masih menyimpan rasa sayang itu dalam dalam?

Rabu, 05 April 2017

05.04.2017

Tuhan, aku mencintainya.
Sangat menyayanginya.
Dulu, aku ragu mengiyakan permintaannya.
Sedikit ikhlas sedikit terpaksa aku melakukannya.
Sampai akhirnya lama kelamaan aku terbiasa menjalaninya,
bahkan menikmatinya.
Mendengar masa lalunya,
Siapa yang tidak menganggap dia liar pemain wanita?
Pun sama, aku juga.
Tapi malam ini, semua opini tanpa pembuktian itu salah.
Yang katanya fakta, bukan begitu adanya.
Kita tidak bisa memilih bagaimana rupa masa lalu kita,
Tapi masa depan, kita penentunya.
Demikian juga dia.

Tuhan, kadang aku berfikir, "terkutukkah aku?"
Apa hakku menyakiti perasaan orang yang menyayangiku?
Menyia - nyiakan ketulusan mereka yang memang adanya untukku
Termakan keraguan,
Aku berkata aku mempercayainya tapi tanpa kepercayaan
Munafikkah aku?
Membela diriku mati matian pun tak akan berguna.
Yang menjaga nama baikku sudah terlanjur kecewa.

Dalam untaian doa, aku selalu menyebut namanya
Berharap yang terbaik untukku dan dirinya,
Untuk kebaikan hubungan kita
Namun, apakah aku mempermainkan arti doa dengan menyebut nama-Nya?
Ketika semua yang kupanjatkan dikabulkan,
Ketika semua yang kuminta tercipta,
Ketika apa yang kumau ada didepanku?
Itu yang kualami sekarang,
Menjawab semua keraguanku padanya.
Dirinya, dan semua perasaannya.

Kesalahan yang sama. 
Dari orang satu ke orang lainnya.
Masih kesalahan yang sama,
Dengan cara meminta maaf yang sama.
Bodohnya aku. 
Dia tidak sama sayang,
Jangan samakan dia dengan yang lainnya.

Terimakasih ya untuk kamu yang hadir dalam situasi ini.
Aku tau ini bukan mutlak salahmu,
Tapi aku sedikit melimpahkannya padamu.
Seandaikata kau tidak berusaha menghubungiku,
Membuat serangkai komunikasi denganku,
Hubunganku dengannya akan baik baik saja.
Seandaikata aku tidak termakan oleh egoku,
Seandaikata namaku tidak ada sangkut pautnya disana,
Aku tidak akan menghancurkan benteng yang kujaga,
Yang kurawat sedemikian rupa,
Hanya demi lancarnya hubunganku dengan dia.
Dan,
Seandaikata kau bersikap seharusnya,
Sewajarnya,

Semuanya tidak akan sia sia.

Dia, bukan bocah seumuran kita,
Yang dengan mudah melupakan setiap masalah yang ada,
Berkenaan dengan orang yang dia sayang apalagi.
Tidak mungkin dia menyepelekan apa yang menghalangi hubungannya.
Bukan. Tidak demikian!

Sekarang apa yang tersisa untukku.
Aku membutuhkannya,
Amatsangat membutuhkannya.
Tapi apa yang aku punya?
Apa kepadaku dia percaya?
Hanya keraguan, keraguan dan keraguan yang tersisa.
Belum, 
Aku belum melihat sorot matanya.
Aku pasti tidak akan mampu melakukannya.

Lihat, itu adalah orang yang dalam malam malamku,
Selalu kuharap agar bisa selalu bersamaku,
Mengisi hariku,
Melewati kejadian demi kejadian dalam hidupku.
Dan lihat, orang yang sama.
Yang sekarang kecewa karena kecerobohanku sebagai wanita.

Baginya, Aku terlalu dalam menyakitinya,
Dan aku masih betapa bodohnya,
Aku baru menyadari akan ketulusan rasanya.

Terimakasih ya, 
Kau sudah menghanguskan sebilah harapanku bersamanya.
Iya, aku marah, sedih, kecewa.
Kepada siapa?
Tenang, tidak berapi api untukmu, untuk apa juga.
Kepada diriku tentunya.
Tapi sekarang yang lebih besar adalah ketakutan.
Bagaimana jika hubungan ini berkesudahan?

Minggu, 19 Maret 2017

19.03.2017

Kamu Bodoh!!
Aku sangat membenci kata itu
Aku muak
Aku lelah
Tolong, jangan lagi
Aku tau, bukan ini yang kalian harapkan
Bukan seperti ini yang kalian inginkan
Tapi, Yang begini yang aku lakukan
Yang sedang mati matian aku perjuangkan
Jangan asal bicara kawan,
Yang aku butuhkan hanya semangat, bukan cacian.
Bantu aku bersabar menghadapi apa yang diujikan
Kau tau tentang putih dibalik hitam?
Atau, merah muda dibalik merah ranum?
Tidak, tidak akan bisa kau bedakan.
Begitu jua dengan hal ini, 
:- Perasaan. 

Sabtu, 18 Maret 2017

"Bukan Aku yang Melakukan, tapi Perasaanku" (18.03.2017)

Kau tau bagian mana dari kehidupan yang selalu saja misterius? Kau tau sesuatu apa yang selalu membuat penasaran, cemas, bahagia, bahkan terisak tangisan? Kau tau apa itu sayang? Jawabannya perasaan. Siapapun yang pernah mengalami sakit tapi tidak berdarah, luka tapi tidak memar, akan senantiasa mengerti, begitu paham dengan kalimat rumitku ini.

-Brakkkkk!!
“Woi woi, jangan ngelamun dong kalo nyetir. Ini itu jalan neng. Lupain masalah rumah, biar orang lain gajadi korbannya. Untung aja gaada luka luka, gaada yang kenapa – napa”, seru seorang bapak yang melompat dari tempat duduk di pinggir jalan begitu vespa matic ku ini menabrak pengendara sepeda motor dari arah berlawanan. Ibu – ibu yang tengah dibantu berdiri itu, membuyarkan semua lamunanku dan tentu menambah satu lagi masalahku hari ini.

“Ma... maaf bu, pak. Saya.. saya tidak fokus. Biar saya ganti ya, Bu kerusakannya”
“Ah, tidak usah nak tidak apa apa, saya juga tidak ada yang luka. Lain kali hati hati ya sayang. Lebih baik kalau kamu ada masalah, kamu istirahat dulu, jangan berkendara dulu”, ibu itu membalas tawaranku yang sebenarnya basa basi karena aku tidak membawa cukup uang dengan sangat halus. Ibu itu amatsangat sabar. Oh Tuhan, terimakasih. “Iya bu, saya pulang saja setelah ini. Sekali lagi saya minta maaf ya, Bu. Benar ini tidak ada yang perlu diganti bu?”, aku bertanya sekali lagi, sekedar untuk sopan santun saja. “Ibu yakin tidak menerima sepeserpun bu? Sudah jelas adek ini yang salah lho”, seru bapak bapak yang menolong ibu itu. Ah, bapak ini ada ada saja. Dasar kompor.

“Alah, sudahlah, kasihan adek ini. Sudah dek, ibu tidak apa apa. Adek pergilah, sebelum tambah panjang urusannya”, lagi, ibu itu dengan sangat lembut menyentuh pundakku. Tak tertinggal, senyuman manisnya yang mengembang mengikuti. “Terimakasih ibu, terimakasih banyak”, aku menyalami tangan ibu itu dengan takzim, dan bergegas pergi dari tempat itu.
“Kau tau sayang, saat seumuranmu, mama belum kenal yang namanya sakit hati seperti ini. Cinta kita masih cinta monyet. Masih malu untuk mengatakan langsung. Jangankan mengatakan langsung, bahkan ketika bertemu orang yang mama suka saat makan di kantin, mama langsung bergegas kembali ke kelas, mama malu nak”, Mama tersenyum kepadaku yang tengah tidur di pangkuannya. Aku baru saja bercerita ke mama bahwa aku menabrak ibu ibu tadi pagi. Mama tidak marah. Mama hanya bertanya ada apa? Kenapa? Begitu saja. Mama tau seharian ini aku memang tidak fokus. Dalam hal apapun.

Ma, anakmu ini tidak bisa berfikir jernih hari ini. Entah sampai kapan. Mungkin sampai aku bertemu dengannya ma. Dia adalah moodku. Aku bisa badmood garagara mama membatalkan janji jalan jalan denganku. Tapi percayalah ma, badmood itu tidak akan mempengaruhi pikiranku. Tapi jika dia? Ah tidak usah ditanya. Rasa rasanya, sate ayam pinggir jalan kesukaanku tak lagi nafsu aku memakannya.

“Aku sudah lama tidak bertemu dengannya ma. Mama tau kan, weekendku sekarang di rumah terus. Harusnya aku bertemu dengannya hari ini, tapi lihatlah. Pak Tua itu menjengkelkan. Merusak semuanya, bahkan mood anak gadismu ini”, aku sedikit menunduk bercerita ke mama. Mama hanya tersenyum. Ah, mama selalu begitu, senyum berjuta makna. Tapi aku selalu saja tidak bisa mengartikannya.

“Clara, Sayang, segala sesuatu terjadi karena alasan. Ada sedih biar kamu tidak lupa dengan Sang Pencipta saat kamu bahagia. Ada saat kamu kecewa, biar kamu bisa lebih dewasa. Bahkan kematianpun beralasan sayang. Rencana Tuhan jauh lebih indah dari yang Hambanya pikirkan”
“Tapi, ma..”
“Jangan potong mama, mama tau bagaimana perasaanmu saat ini. Tapi menyalahkan pak Tua karena dia tidak bisa secepat montir lain membenahi motormu tidak akan menyelesaikan masalah. Papamu juga tidak mengerti kalau mobilnya hari ini tidak bisa dipakai. Mama mana tau kalau motormu bermasalah. Sudahlah sayang, yang kamu sesalkan tidak akan menghasilkan apapun. Percaya mama, ketika kamu menyesali sesuatu, apakah penyesalan itu akan mengembalikan semuanya kepadamu?” “Dia hanya pulang kan, dia tidak pergi sayang. Kamu jangan terlalu jauh memikirkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi. Kalau itu bisa memotivasimu, membuatmu berpikir positif, oke,lakukan. Tapi kalau sebaliknya, jangan. Itu hanya akan mengundang penyakit lain. Mama mengandungmu sembilan bulan, berharap kamu jadi anak yang ceria, cantik, baik, dan tentu bahagia sepanjang hidupnya. Tapi kalau seseorang membuatmu bersedih seperti ini dalam beberapa menit saja, mama hancur nak. Kamu tidak selemah itu. Ini hanya urusan perasaan. Memang begitu sifat perasaan. Misterius”, mama menatapku sendu, matanya dalam mengiris hatiku. Aku tidak bisa berkata, airmata ini menetes di pelukan mama. “Berjanjilah sayang, kamu tidak akan seperti ini lagi. Bisajadi besok, besok lusa, kalian akan bertemu. Pastilah secepatnya. Ketika Sang Pencipta berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin sayang”. Aku hanya mengangguk, masih menangis di pelukan mama.


Aku ingin menelponnya. Chat WA ku hanya centang biru, tanda read. Lastseennya tertera disitu 9:09 PM, sedangkan sekarang 9:18 PM. Itu chat tadi siang, aku tau saat chatku mulai delivered-read, saat dia online tapi mengabaikan pesanku. Aku tau saat dia view story wa ku. Aku tau, karena itu fasilitas aplikasi whatsapp. Tapi satu yang aku tidak tau, alasan tidak ada chat balasan dari dia, dan alasan kenapa panggilan masuk dariku tidak ada respon sama sekali. Aku ingin menelponnya? Jangan percaya aku, aku sudah melakukannya, tapi hasilnya nihil. Mama benar, bicara tentang perasaan, selalu misterius.

Senin, 13 Maret 2017

"It Just Enough" (13.03.17)

Tuhan, apa yang terjadi hari ini benar benar menghantam hatiku. Aku tau tentang kesalahanku. Aku paham tentang betapa bodoh dan kacaunya aku. Tapi Tuhan, jujur, bahkan fikiran ini juga tak mampu membayangkan hal positif yang akan terjadi. Semua rasa takut, gelisah, sedih, senang, putus asa dan rapuh bercampur menjadi satu. Entahlah, aku belum menemukan kalimat yang tepat untuk menggambarkan suasana hatiku ini.
(13 Maret 2017)

"Aduh, Vika. Kamu kenapa lagi sih, haa? Kamu nulis apa itu di diarymu?"
"Nothing"
"Kamu itu tetep aja yaa, dia, dia, dia dan dia. Yang lain kek. Ada apanya si dia. Lihat kamu, kamu itu sakit sayaang. sakit luar dalem."
"Apasih, aku sehat. Aku gapapa. I'm Fine", jawabku ketus. 
Ya, Erika memang begitu. Dia yang akan marah marah ketika ada seseorang yang menyakitiku bahkan tak segan segan menghabisinya bilamana sampai membuat airmataku menetes. "Ya, kamu sehat. Aku yang sakit", tiampalnya setelah aku diam beberapa saat.
Lihatlah, dia akan terus begitu sampai terdengar tawa dari mulutku ini.
Ya, memang beginilah adanya aku. Vika Reynasandria Lionita. Aku bukan tipe anak diam. Samasekali bukan. Tapi aku akan diam ketika aku merasa bicarapun tiada gunanya. Dan jeleknya, diamku tidak hanya ke satu orang. Tapi ke semua orang yang aku temui. Entahlah, bahkan akan lebih parah jika yang aku temui adalah oran terdekatku. Sahabatku misalnya. Aku tidak tau. Aku hanya beranggapan bahwa mereka akan dengan mudah memaklumiku karena mereka memahamiku. Ya, begitulah. Jadi, Maaf ya.

"Gila lu, kenapa akhir akhir ini nilai lu ga karuan, Vik?", Rico sang ketua kelas menegurku yang tengah duduk di kursi paling depan. Aku terdiam. "Vik, eh. Lu budheg kali yaa", kali ini dia agak merapatkan badan ke arahku. Aku masih terdiam. "Vik, eh bangsat lu", nadanya lumayan keras sampai membuyarkanku dari lamunan. "What?", begitulah responku. Dengan raut wajah dan nada yang datar. Dia tidak tau aku memakai earphone dengan volume melebihi aliran musik cadas konser. Tanpa ba-bi-bu, dia cabut. Bagaimana tidak? tatapan mataku sudah seperti medusa yang kesurupan setan alaska. 

Bel pulang berbunyi, aku masih duduk termenung. Aku memakai masker, sengaja. Sesekali aku meneteskan airmata. Jangan tanya kenapa, aku tidak tau persis alasannya. Earphone ini sudah ada di telingaku sejak aku perjalanan ke sekolah sampai bel pulang berbunyi. Itu artinya sudah kurang lebih 8jam aku mengenakannya. Yang lebih parah lagi, berarti seharian ini aku benar benar mengasingkan diri dari kesibukan kelas, dan isinya. Aku present, tapi absent. 

Erika, Lusiana, Tirta dan Nirwana ternyata sudah mengelilingiku sejak limabelas menit yang lalu. Tidak, aku benar benar tidak menyadarinya. "Kalian nggak pulang?", tanyaku sembari berdiri dan memperbaiki posisi earphoneku. "Eh, kontakku mana?" Sial, aku selalu saja mengulangi kesalahan yang sama. Kemudian Erika menyuruhku duduk. Ya, mungkin dia yang sengaja menyimpan kunci sepeda motorku. Itu memang sudah kebiasaan baiknya. 

"Just tell us, what happend to you?!", Erika memulai pembicaraan.
"Hei?? What? Nothing happend. Everything's okey. I'm Fine", aku setegarnya saja.
"You cry, Bitch. You Cry", kalau saja tidak ditarik Lusi, Erika akan mendorongku saat itu. Begitulah dia, kasar, tapi sayang. " Enggak. aku ngga nangis. Nggaada apa apa, Just believe me and let me go. I wanna go home. Lagian siapa yang nangis, haha", aku membalas mereka dengan tawaku yang amatsangat memaksa. "Fak. You do", dan lagi, Erika murka. Tirta kemudian memegang tanganku, menarikku kembali duduk dan tenang. "Kamu kenapa Vika? Kenapa? Cerita ke kita", Nirwana menyusulnya dengan pertanyaan. Aku melihat mereka satu persatu kemudian terdiam, duduk, dan beruraian airmata. Maaf, aku lepas kendali. 

Di meja, tangisku memuncak. Aku tidaktau pasti siapa diantara mereka berempat yang memelukku. Itu sangat menenangkan. Tapi aku hanya diam. Aku tidak mampu berkata. "Aku ingin bercerita kepada kalian, sungguh. Tapi maaf, untuk kali ini aku belum bisa, ini sangat menyesakkan. Sakit banget rasanya jantungku, guys", Aku berkata sekuatku dan merapikan tempat dudukku, lebih dekat ke mereka. 

"Kamu tau kan, aku sekarang sama siapa. Kamu tau kan bagaimana hubunganku dengan dia? Kalian semua tau kan aku sangat sayang Martin. Ya memang, sebelum dia banyak yang singgah di hatiku, tapi mereka tidak ada bandingannya dengan Martin. Bahkan samasekali. Martin bisa membuatku rapuh ketika pelangi sedang menggores permukaan langit, dan membuatku terbang ketika kalian sedang merasakan hujan badai disini. Aku tau, kalian akan dan selalu ada untukku, tapi Martin lebih spesial. Tentu karena dia lawan jenis dan dia lebih dari teman. Dia adalah semangatku. Adalah hidupku mungkin. Berlebihan yaa? haha", aku menahan ceritaku dan tertawa sedikit.  "Ya, tapi bagaimana lagi, aku yang mengalami. Kau tau kan bagaimana cinta? Ketika dia menyayat hati, yang luka tidak hanya perasaan, tapi fisikpun ikut merasakan. Dan itu aku alami. Sudahlah hanya sebatas itu yang mampu aku ceritakan", aku tersenyum di akhir ceritaku. Teman temanku saling pandang bergantian. Aku mengerti mereka bingung. Memang kubuat, sengaja mereka kubuat berfikir, tentu agar mereka tidak menyuruhku berhenti mencintai Martin.

Tidak, mereka tidak jahat. Tapi bahkan, kalian akan melakukan hal yang sama ketika sahabat atau teman dekat atau orang yang kalian sayang tidak diperlakukan sebagaimana kalian mengistemawakan mereka oleh orang yang mereka istimewakan bukan? Tapi disisi lain, mereka akan buta kawan. Jangan terus memaksa mereka, itu tidak akan berguna. Cobalah untuk selalu menjadi pendengar yang baik, mereka akan lebih membutuhkannya. Jangan judge, jangan sesekali. Mereka cukup kenyang dengan semua cacian sayang. Sudahlah, tak usah bertanya kenapa mereka masih bertahan. Kalian pasti tau filosofi cinta itu buta kan?

It just enough.

Cinta, Apakah Kau Bodoh? (13.03.17)

Pernahkah kalian mencoba berkenalan dengan sesuatu bernama cinta? Yang kata orang cinta itu buta, cinta itu tuli, cinta itu bisu? Gambaran yang begitu menjijikkan apabila dibayangkan. Tapi kemudian yang lain dari mereka berkata bahwa cinta itu indah, lalu sebenarnya cinta itu bagaimana?

Jatuh cinta itu, benar benar tidak pernah diduga, atau terduga sebelumnya. Bagaimana mungkin ketika kalian jatuh kalian diberi aba aba agar siap untuk jatuh? No, mungkin kalian sedang lomba jika ada aba aba untuk jatuh cinta.
Masih dalam keraguan tentang cinta. Apa sebenarnya cinta? Kata orang orang dewasa, cinta itu menakjubkan, mengagumkan, sempurna katanya. Tapi yang aku tau, orang dewasa lebih suka berbohong dalam hal apapun. Atau bahkan mereka hanya mengandai – andaikan itu saja. ya, kurang lebih seperti pengandaian mereka saat kecil, dimana mereka beranggapan bahwa menjadi dewasa akan terasa lebih menyenangkan. Tapi nyatanya? Tidak kurang dari 50% senyum kecut yang terukir di wajah mereka ketika kalian berkata "menjadi dewasa itu menyenangkan".

Dan lagi, apa jatuh cinta terbuka untuk semua usia? Ya, maksudku apa seumuranku yang masih duduk di bangku SMA kelas 10 ini pantas membicarakannya? Atau jatuh cinta hanya ajang perasaan untuk anak anak muda yang beranjak dewasa yang sudah mengenakan lipstick , mascara dan eye liner saat akan pergi bahkan hanya sekedar ke toko dekat rumah?
Apakah selancang itu aku melangkahi mereka? Atau rasa penasaranku mengalahkan batasan usiaku? Entahlah.
***

"Ahhh sialan, masa iya aku terlambat ujian kali ini? Gimana kalo aku di hukum? Gimana kalo aku nanti gabisa ikut mapel, mana ujiannya susah susah lagi, gimana kalo.."
Braaak!!!!!!
"Aduh gimana sih bapak"
"Aduh maaf neng..", ucap si bapak sambil sedikit menoleh ke arahku tanpa memberhentikan sepedanya.
"Kampret banget dah tuh orang, apaan sih", gerutuku yang akhirnya tersadar dari lamunan karena sepeda motorku menabrak bagian belakang sepeda motor bapak bapak pekerja kantoran tadi.
"salah siapa berhenti mendadak, kan ekye jadi kaget cin", gerutuku sambil sesekali menoleh kea rah spion kiri yang kuhadapkan ke arahku. Aku tertawa melihat raut mukaku yang ambigu. Lucu, pengen nabok juga rasanya.

Tiiiit.......tiiittttt.....tiiiit
"Duh, lima belas menit lagi, mana masih jauh macet pula", seketika tawaku buyar melihat kearah jam tanganku yang tertulis 10:00, dan yaa, ujian hari ini dimulai pukul 10:15 dan aku masih berada jauh dari garis finish, gerbang sekolahku.
Entah nyali apa, tanganku begitu ringan menarik gas sebelah kanan, wussssh- feels like valentine rossi's daughter. Tanpa peduli rambu rambu apapun, tanpa menghiraukan klakson pengguna jalan lain, sepeda pemberian ayahku ini masih melaju dengan speedo 0 km/jam, yak arena speedometernya mati dan aku baru menyadarinya.
"Pakkkk jangan ditutup duluuu pakkk", teriakku dari seberang jalan. Yasssh, aku sampai pukul 10:10 . kurang 5 menit memang, tapi sebenarnya ini sudah diharamkan untuk masuk. "Halaah nduk, ayo cepetan masuk, sebelum satpol pp dateng" "terimakasih bapaak", sahutku sumringah. Untunglah bapak itu masih mau berbaik hati kepadaku. Bergegas aku memarkirkan sepedaku dan berjalan cepat menuju ke ruang kelas ujianku. Jauh kali memang, di pojok sana dan jangan bayangkan sekolahku seluas sekolah kalian. Kalau aku boleh sombong, bahkan alun alun kota kalian adalah lapangan sekolah ini, bisajadi luasnya 2-3 kali sekolah sewajarnya. 
Kriiiiiiiiiiiiiingggg..........!!!!!!!!

Bel berbunyi ketika aku baru saja menarik nafas panjang karena terengah engah. Ya, Ujian. Masa bodo, Persetan dengan ujian hari ini, aku hampir benar benar tidak ada persiapan sebelumnya. Hari ini aku masih UAS ( Ujian tergantung pengawAS). Dan seperti biasa, waktu serasa berubah dua kali lebih cepat disaat saat seperti ini, dan bel tanda usai mengerjakanpun sepertinya mempunyai kedisiplinan yang tinggi untuk berbunyi. Lembar jawaban dikumpulkan, dan semuanya berhamburan keluar. Mungkin anak kelasku kehabisan runag untuk bernafas.

Aku pun tak terkecuali, kuambil hpku seraya berjalan menuju parkiran. Tertulis "Ma Bae", segera kutekan calling disana. Tak kurang dari 15 detik, suara yang membuatku semangat dan selalu semangat terdengar darisana. Suaranya sedikit parau, mungkin karena dia baru bangun tidur. Sudah biasa untuknya bangun jam segini, dan aku tak heran dengan itu. Cukup mendengar suaranya saja, senyumku bisa merekah kembali. Badmood karena kejadian tadi pagi yang masih membuatku sedikit sensi rasanya hilang seketika. Entah apa yang dia lakukan, tapi dia adalah obat dari segala penyakit untukku. Alay? Maaf, tapi itu menurutku.

Sebelum sampai parkiran, aku mampir ke ruang kelasku, memastikan bahwa semuanya sudah terkendali oleh pengurus masing masing, menuju sepeda, mematikan telepon dan beranjak pulang. Di rumah, aku melihat tanda centang di kontak WA nya belum berubah menjadi tanda Read, dia off. Cukup lama aku menunggu, sampai aku bisa makan siang, menjemput mama, hujan hujan, sampai akhirnya menikmati petrichor dan bergegas mandi.

"Masih off?", batinku. "Mungkin disana hujan deras, mungkin dia aktifin airplane mode nya", aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Lepas isya, aku mulai chatting dengannya, hanya beberapa chat saja karena aku harus belajar untuk mata pelajaran besok. Sekitar pukul 9, dia menelponku, kuangkat dan tak perlu waktu lama untuk kembali mengundang tawa kita. Dia berkata bahwa besok pagi dia akan berangkat ke Malang, pukul 3 dini hari, "ada acara kampus yang", katanya meyakinkanku. "oalaah iya, atiati aja ya kamu pokoknya", jawabku. Kemudian hening sesaat. "Yang, aku mau cerita", ucapku memecah keheningan. "Iya cerita aja, apa", jawabnya. Saat itu, aku menceritakan sesuatu yang membuatku menyesal telah melakukannya. Memang tidak sepenuhnya menjadi penyesalan, tapi hampir keseluruhan. Cerita yang klasik, yang menurutku dia harus tau, tapi bukan itu sebenarnya. Bukan "hal itu" yang dia harus ketahui, tapi jadwalku besok. Itu niat awalku. Tapi mulut ini seakan tak bisa diajak kompromi. Dia benar benar gesit. Tak mau berhenti menceritakan semuanya.

Aku adalah penderita mood swing yang hebat, dan kurasa dia tau itu. Setelah ceritaku berakhir dan dia menanggapinya dengan serius, dengan saran saran darinya, mendadak moodku 'anjlok' . Down. Berubah dengan begitu cepatnya. Dan itu membuatnya tidak nyaman sampai akhirnya kata 'malas' keluar dari mulutnya. Sama sekali tidak kuharapkan. Dan itu terdengar olehku, seorang gadis belia yang sedang berada dalam kondisi mood yang unstable. Aku terdiam. Dia terdiam. Aku tersinggung, sedikit. "Yaudah lah, daripada diem dieman gini tutup aja deh telfonnya" –tuuuuuuut.....! Ya, telfon diakhiri dari seorang yang kusebut 'moodboster' di seberang sana.

Aku benar benar moodswing, dan aku benci mengalami hal ini, karena aku sendiri tidak merasakannya. Akan kusadari jika aku benar benar sudah tenang. Aku berfikir apa yang harus aku lakukan karena aku merasa ini salahku. Aku menelpon balik.
"Apa lagi?"
"Maaf, aku moodswing berlebih"
"Ya aku gitu aja ya, kalo ada apa apa bilang maaf aja udah cukup ya"
Hening. Aku terdiam. Benar benar terdiam. Jujur, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Terbiasa dengan sikap orang orang sekitarku yang begitu paham dengan sifatku yang 'moody' ini membuatku merasa tak perlu khawatir untuk tak sengaja menyakiti mereka karena kata kataku. Tapi ini beda, dan aku benar benar tak bisa menjawab. Tak ada jawaban untuk mood yang selalu berubah setelah menceritakan sesuatu kepada orang lain ini.
Dan aku hanya terdiam.
"Udah, kalo ngga ada yang diomongin ndang tidur sana", katanya
Aku masih terdiam. Lama. Sampai akhirnya aku mengiyakan.
"Iyaudah, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" – tuuuuuuuuuuuutt-

Pipiku basah. Entah sejak kapan. Aku hanya merasa berbeda. Yang aku lakukan bukanlah aku. Aku tidak pernah sepasrah ini kepada laki laki. Aku selalu mempunyai argumen pembelaan sekedar untuk diriku sendiri. Tapi ini apa?
Aku masih terisak. Menangisi sesuatu yang memiliki sesuatu. Apalah maksudnya ini. Apakah seseorang yang berbeda ini untuk mendewasakanku? Tentang arti cinta itu buta? Sehingga aku memang tak bisa lagi melihat orang lain yang harusnya lebih baik dari dia? Tentang arti cinta itu tuli? Yang membuatku sedikit banyak meremehkan kata kata sahabatku tentang sebuah hubungan beda usia? Tentang arti cinta itu bisu? Yang membuatku sengaja tak berkata meski waktu dan kesempatan untuk itu benar benar ada di depan mata, hanya sekedar bertujuan menjaga suasana agar tetap indah dan tak ingin mengusik ketenangannya?

Aku memang masih terlalu muda untuk ini. Tapi, apa salah seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang tengah menjalin sebuah hubungan dengan laki laki berusia 6 tahun lebih dewasa darinya?
Ataukah memang cinta di pikiran orang orang dewasa seperti ini?
Atau memang ada satu karakter cinta yang masih belum terungkap?
Cinta, Apakah kau bodoh?

Kamis, 02 Maret 2017

02.03.2017 (2)

hai,
salam untuk semua yang kusayang.
hai mama, ayah, adik adikku, 
om, tante, kakek dan nenekku.
hai semuanya.
salam wahai sahabat tercinta.
entah apa yang kutulis saat ini,
aku hanya mengikuti gerak demi gerak jemariku.
aku mencoba mengartikan apa yang hati nuraniku katakan.
sebisa mungkin aku mencobanya.


teruntuk kamu,

yang selalu setia menemaniku,
dalam suka dan duka,
dalam asa yang hampir pasrah.
merajut mimpi yang akhirnya bisa kugenggam kembali.
terimakasih.
terimakasih atas hadirmu membuat rapuhku menjelma pergi.


teruntuk kamu,

yang senantiasa sabar memberiku pengarahan.
yang terlalu baik kuanggap sebagai kawan
yang terlalu indah memori ini menjadi kenangan,
terimakasih sekali lagi..


lewat kata kata ini, 

mewakili perasaan yang memuncak di batas sanubari.


aku tak lagi bisa mencurahkan seperti hari kemarin

rasanya amatsangat berat.
aku pun masih tak percaya.
layaknya, goresan tinta yan termakan usia
terlihat indah,
namun rapuh serapuh rapuhnya


aku takut, kawan.

aku takut.
bagaimana jika nanti,
sebentar lagi,
kalian tak lagi bisa kutemui?


aku amatsangat merasa sendiri hari ini.

telah lama rasanya aku ingin sekali mengungkapkannya,
tapi apalah daya,
lisan ini tak bisa berkata,
linglung aku dibuatnya.


hai kawan,

apakabarmu hari ini?
aku tau tadi pagi kita masih bertemu.
tapi tolong yakinkan aku,
bahwa esok, canda tawamu masih bisa kudengar.
ya kan?


sahabat,

izinkan aku memanggilmu sahabat,
bahkan mungkin untuk yang terakhir kali.
kuatkan aku, wahai sahabat.
jika benar adanya penyakit yang aku idap.
jika benar adanya resiko yang akan aku tanggung.
jika benar adanya kenyataan yang harus aku hadapi,
tolong kuatkan aku sekali lagi sahabat..
aku terlalu takut jika sampai waktuku benar menghampiri.

Hai ayah, 
terimakasih atas keringat yang bercucuran.
maaf, aku teramat sangat sering menjadi gadis yang mengecewakan.
sering pulang terlambat,
berkata bohong,
atau mendiamkanmu selama beberapa hari.
Hai mama,
terimakasih atas air susumu dulu,
amatsangat berarti untuk kehidupanku.
terimakasih banyak telah mengorbankan jiwa dan ragamu untukku.
maaf, balasanku tak ada seperempatnya.
maaf aku terlampau sering jua membuatmu kecewa.


Tuhan,

sampaikan salam manis terindahku,
untuk mereka yang selalu mendampingiku,
menyemangatiku,
disampingku,
sampai menghapus air mataku.


Tuhan,

jika sampai benar keranda mayat berada di halaman depan rumahku,
bendera kuning berkibar di pagar rumahku,
dan orang orang memakai baju putih,
membaca yasin di dalam rumahku,
kumohon sempatkan aku Tuhan..
beri aku waktu untuk mencium kaki ibuku..
untuk memeluk erat ayahku..
untuk bercanda, atau sekedar bercengkerama dengan para kerabatku,
dan untuk sekilas menatap senyum di wajah sahabatku..


perkenankan aku Tuhan..

ampuni aku atas airmata mereka karena ulahku..
ampuni aku Ya Rabb..
mengecawakan mereka, 
adalah kebiasaanku selama hidup..


Tapi tolong kumohon, 

Jika sampai waktu itu, aku belum sempat melakukan semuanya.
Jika rasa sakit ini menghancurkan semuanya.
Jika vonis dokter meruntuhkan kenanganku sebelumnya..
izinkan aku menitip pesan kepada-Mu 
wahai Tuhan Yang Maha Agung


Sampaikan rasa terimakasihku kepada mereka..

dan sabarkan hati mereka,
seka airmata mereka,
jangan biarkan airmatanya menetes walau setitik saja.


aku ingin melihat mereka tersenyum.

sebagaimana pertemuan pertama yang kita buat,
ketika aku masih sehat.

02.03.2017

Menyesal,
mungkin pada akhirnya kata itu jua yang akhirnya terucap
masih berurusan dengan orang yang sama
kejadian, waktu dan tempat yang tak berbeda.
entah kepada siapa aku akan bercerita
aku tak mampu mengungkapkannya
orang orang kini bermuka dua!!
tak ada yang bisa dipercaya.
apakah aku harus menangis?
tapi untuk apa?
airmataku yang menetes tak akan serta merta mengembalikan semuanya.
kenangan indah yang telah hilang adanya.
yang telah hancur dibuatnya.
pun, akan terasa sia sia saja.
hati ini akan semakin pedih jadinya.
kau pernah menyayat nadimu dengan pisau yang tumpul kah?
jangan. tak usah dicoba.
cukup dengarkan saja ceritaku, lalu kau akan menemukan jawabnya.
mengerti bahwasanya sebilah pisaupun akan mati,
dibandingkan dengan rasa ini.
ini seperti curhatan anak alay di tembok sekitar rumahmu mungkin.
tapi tolong bedakan, 
tersenyum di setiap untaian kata, akan berbeda
jika kau samakan dengan goresan darah yang mereka upload
di sosial media.

BIRTHDAY GIRL !!

  Halooo My GIRLLLL !! It’s been a long time since we met last time right? I know u miss me more than everything haha. You know dear, it...