Pernahkah kalian mencoba berkenalan dengan sesuatu bernama
cinta? Yang kata orang cinta itu buta, cinta itu tuli, cinta itu bisu? Gambaran
yang begitu menjijikkan apabila dibayangkan. Tapi kemudian yang lain dari
mereka berkata bahwa cinta itu indah, lalu sebenarnya cinta itu bagaimana?
Jatuh cinta itu, benar benar tidak pernah diduga, atau terduga sebelumnya. Bagaimana mungkin ketika kalian jatuh kalian diberi aba aba agar siap untuk jatuh? No, mungkin kalian sedang lomba jika ada aba aba untuk jatuh cinta.
Masih dalam keraguan tentang cinta. Apa sebenarnya cinta? Kata orang orang dewasa, cinta itu menakjubkan, mengagumkan, sempurna katanya. Tapi yang aku tau, orang dewasa lebih suka berbohong dalam hal apapun. Atau bahkan mereka hanya mengandai – andaikan itu saja. ya, kurang lebih seperti pengandaian mereka saat kecil, dimana mereka beranggapan bahwa menjadi dewasa akan terasa lebih menyenangkan. Tapi nyatanya? Tidak kurang dari 50% senyum kecut yang terukir di wajah mereka ketika kalian berkata "menjadi dewasa itu menyenangkan".
Dan lagi, apa jatuh cinta terbuka untuk semua usia? Ya, maksudku apa seumuranku yang masih duduk di bangku SMA kelas 10 ini pantas membicarakannya? Atau jatuh cinta hanya ajang perasaan untuk anak anak muda yang beranjak dewasa yang sudah mengenakan lipstick , mascara dan eye liner saat akan pergi bahkan hanya sekedar ke toko dekat rumah?
Apakah selancang itu aku melangkahi mereka? Atau rasa penasaranku mengalahkan batasan usiaku? Entahlah.
"Ahhh sialan, masa iya aku terlambat ujian kali ini? Gimana kalo aku di hukum? Gimana kalo aku nanti gabisa ikut mapel, mana ujiannya susah susah lagi, gimana kalo.."
Braaak!!!!!!
"Aduh gimana sih bapak"
"Aduh maaf neng..", ucap si bapak sambil sedikit menoleh ke arahku tanpa memberhentikan sepedanya.
"Kampret banget dah tuh orang, apaan sih", gerutuku yang akhirnya tersadar dari lamunan karena sepeda motorku menabrak bagian belakang sepeda motor bapak bapak pekerja kantoran tadi.
"salah siapa berhenti mendadak, kan ekye jadi kaget cin", gerutuku sambil sesekali menoleh kea rah spion kiri yang kuhadapkan ke arahku. Aku tertawa melihat raut mukaku yang ambigu. Lucu, pengen nabok juga rasanya.
Tiiiit.......tiiittttt.....tiiiit
"Duh, lima belas menit lagi, mana masih jauh macet pula", seketika tawaku buyar melihat kearah jam tanganku yang tertulis 10:00, dan yaa, ujian hari ini dimulai pukul 10:15 dan aku masih berada jauh dari garis finish, gerbang sekolahku.
Entah nyali apa, tanganku begitu ringan menarik gas sebelah kanan, wussssh- feels like valentine rossi's daughter. Tanpa peduli rambu rambu apapun, tanpa menghiraukan klakson pengguna jalan lain, sepeda pemberian ayahku ini masih melaju dengan speedo 0 km/jam, yak arena speedometernya mati dan aku baru menyadarinya.
"Pakkkk jangan ditutup duluuu pakkk", teriakku dari seberang jalan. Yasssh, aku sampai pukul 10:10 . kurang 5 menit memang, tapi sebenarnya ini sudah diharamkan untuk masuk. "Halaah nduk, ayo cepetan masuk, sebelum satpol pp dateng" "terimakasih bapaak", sahutku sumringah. Untunglah bapak itu masih mau berbaik hati kepadaku. Bergegas aku memarkirkan sepedaku dan berjalan cepat menuju ke ruang kelas ujianku. Jauh kali memang, di pojok sana dan jangan bayangkan sekolahku seluas sekolah kalian. Kalau aku boleh sombong, bahkan alun alun kota kalian adalah lapangan sekolah ini, bisajadi luasnya 2-3 kali sekolah sewajarnya.
Kriiiiiiiiiiiiiingggg..........!!!!!!!!
Bel berbunyi ketika aku baru saja menarik nafas panjang karena terengah engah. Ya, Ujian. Masa bodo, Persetan dengan ujian hari ini, aku hampir benar benar tidak ada persiapan sebelumnya. Hari ini aku masih UAS ( Ujian tergantung pengawAS). Dan seperti biasa, waktu serasa berubah dua kali lebih cepat disaat saat seperti ini, dan bel tanda usai mengerjakanpun sepertinya mempunyai kedisiplinan yang tinggi untuk berbunyi. Lembar jawaban dikumpulkan, dan semuanya berhamburan keluar. Mungkin anak kelasku kehabisan runag untuk bernafas.
Aku pun tak terkecuali, kuambil hpku seraya berjalan menuju parkiran. Tertulis "Ma Bae", segera kutekan calling disana. Tak kurang dari 15 detik, suara yang membuatku semangat dan selalu semangat terdengar darisana. Suaranya sedikit parau, mungkin karena dia baru bangun tidur. Sudah biasa untuknya bangun jam segini, dan aku tak heran dengan itu. Cukup mendengar suaranya saja, senyumku bisa merekah kembali. Badmood karena kejadian tadi pagi yang masih membuatku sedikit sensi rasanya hilang seketika. Entah apa yang dia lakukan, tapi dia adalah obat dari segala penyakit untukku. Alay? Maaf, tapi itu menurutku.
Sebelum sampai parkiran, aku mampir ke ruang kelasku, memastikan bahwa semuanya sudah terkendali oleh pengurus masing masing, menuju sepeda, mematikan telepon dan beranjak pulang. Di rumah, aku melihat tanda centang di kontak WA nya belum berubah menjadi tanda Read, dia off. Cukup lama aku menunggu, sampai aku bisa makan siang, menjemput mama, hujan hujan, sampai akhirnya menikmati petrichor dan bergegas mandi.
"Masih off?", batinku. "Mungkin disana hujan deras, mungkin dia aktifin airplane mode nya", aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Lepas isya, aku mulai chatting dengannya, hanya beberapa chat saja karena aku harus belajar untuk mata pelajaran besok. Sekitar pukul 9, dia menelponku, kuangkat dan tak perlu waktu lama untuk kembali mengundang tawa kita. Dia berkata bahwa besok pagi dia akan berangkat ke Malang, pukul 3 dini hari, "ada acara kampus yang", katanya meyakinkanku. "oalaah iya, atiati aja ya kamu pokoknya", jawabku. Kemudian hening sesaat. "Yang, aku mau cerita", ucapku memecah keheningan. "Iya cerita aja, apa", jawabnya. Saat itu, aku menceritakan sesuatu yang membuatku menyesal telah melakukannya. Memang tidak sepenuhnya menjadi penyesalan, tapi hampir keseluruhan. Cerita yang klasik, yang menurutku dia harus tau, tapi bukan itu sebenarnya. Bukan "hal itu" yang dia harus ketahui, tapi jadwalku besok. Itu niat awalku. Tapi mulut ini seakan tak bisa diajak kompromi. Dia benar benar gesit. Tak mau berhenti menceritakan semuanya.
Aku adalah penderita mood swing yang hebat, dan kurasa dia tau itu. Setelah ceritaku berakhir dan dia menanggapinya dengan serius, dengan saran saran darinya, mendadak moodku 'anjlok' . Down. Berubah dengan begitu cepatnya. Dan itu membuatnya tidak nyaman sampai akhirnya kata 'malas' keluar dari mulutnya. Sama sekali tidak kuharapkan. Dan itu terdengar olehku, seorang gadis belia yang sedang berada dalam kondisi mood yang unstable. Aku terdiam. Dia terdiam. Aku tersinggung, sedikit. "Yaudah lah, daripada diem dieman gini tutup aja deh telfonnya" –tuuuuuuut.....! Ya, telfon diakhiri dari seorang yang kusebut 'moodboster' di seberang sana.
Aku benar benar moodswing, dan aku benci mengalami hal ini, karena aku sendiri tidak merasakannya. Akan kusadari jika aku benar benar sudah tenang. Aku berfikir apa yang harus aku lakukan karena aku merasa ini salahku. Aku menelpon balik.
"Apa lagi?"
"Maaf, aku moodswing berlebih"
"Ya aku gitu aja ya, kalo ada apa apa bilang maaf aja udah cukup ya"
Hening. Aku terdiam. Benar benar terdiam. Jujur, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Terbiasa dengan sikap orang orang sekitarku yang begitu paham dengan sifatku yang 'moody' ini membuatku merasa tak perlu khawatir untuk tak sengaja menyakiti mereka karena kata kataku. Tapi ini beda, dan aku benar benar tak bisa menjawab. Tak ada jawaban untuk mood yang selalu berubah setelah menceritakan sesuatu kepada orang lain ini.
Dan aku hanya terdiam.
"Udah, kalo ngga ada yang diomongin ndang tidur sana", katanya
Aku masih terdiam. Lama. Sampai akhirnya aku mengiyakan.
"Iyaudah, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" – tuuuuuuuuuuuutt-
Pipiku basah. Entah sejak kapan. Aku hanya merasa berbeda. Yang aku lakukan bukanlah aku. Aku tidak pernah sepasrah ini kepada laki laki. Aku selalu mempunyai argumen pembelaan sekedar untuk diriku sendiri. Tapi ini apa?
Aku masih terisak. Menangisi sesuatu yang memiliki sesuatu. Apalah maksudnya ini. Apakah seseorang yang berbeda ini untuk mendewasakanku? Tentang arti cinta itu buta? Sehingga aku memang tak bisa lagi melihat orang lain yang harusnya lebih baik dari dia? Tentang arti cinta itu tuli? Yang membuatku sedikit banyak meremehkan kata kata sahabatku tentang sebuah hubungan beda usia? Tentang arti cinta itu bisu? Yang membuatku sengaja tak berkata meski waktu dan kesempatan untuk itu benar benar ada di depan mata, hanya sekedar bertujuan menjaga suasana agar tetap indah dan tak ingin mengusik ketenangannya?
Aku memang masih terlalu muda untuk ini. Tapi, apa salah seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang tengah menjalin sebuah hubungan dengan laki laki berusia 6 tahun lebih dewasa darinya?
Ataukah memang cinta di pikiran orang orang dewasa seperti ini?
Atau memang ada satu karakter cinta yang masih belum terungkap?
Cinta, Apakah kau bodoh?
Jatuh cinta itu, benar benar tidak pernah diduga, atau terduga sebelumnya. Bagaimana mungkin ketika kalian jatuh kalian diberi aba aba agar siap untuk jatuh? No, mungkin kalian sedang lomba jika ada aba aba untuk jatuh cinta.
Masih dalam keraguan tentang cinta. Apa sebenarnya cinta? Kata orang orang dewasa, cinta itu menakjubkan, mengagumkan, sempurna katanya. Tapi yang aku tau, orang dewasa lebih suka berbohong dalam hal apapun. Atau bahkan mereka hanya mengandai – andaikan itu saja. ya, kurang lebih seperti pengandaian mereka saat kecil, dimana mereka beranggapan bahwa menjadi dewasa akan terasa lebih menyenangkan. Tapi nyatanya? Tidak kurang dari 50% senyum kecut yang terukir di wajah mereka ketika kalian berkata "menjadi dewasa itu menyenangkan".
Dan lagi, apa jatuh cinta terbuka untuk semua usia? Ya, maksudku apa seumuranku yang masih duduk di bangku SMA kelas 10 ini pantas membicarakannya? Atau jatuh cinta hanya ajang perasaan untuk anak anak muda yang beranjak dewasa yang sudah mengenakan lipstick , mascara dan eye liner saat akan pergi bahkan hanya sekedar ke toko dekat rumah?
Apakah selancang itu aku melangkahi mereka? Atau rasa penasaranku mengalahkan batasan usiaku? Entahlah.
***
"Ahhh sialan, masa iya aku terlambat ujian kali ini? Gimana kalo aku di hukum? Gimana kalo aku nanti gabisa ikut mapel, mana ujiannya susah susah lagi, gimana kalo.."
Braaak!!!!!!
"Aduh gimana sih bapak"
"Aduh maaf neng..", ucap si bapak sambil sedikit menoleh ke arahku tanpa memberhentikan sepedanya.
"Kampret banget dah tuh orang, apaan sih", gerutuku yang akhirnya tersadar dari lamunan karena sepeda motorku menabrak bagian belakang sepeda motor bapak bapak pekerja kantoran tadi.
"salah siapa berhenti mendadak, kan ekye jadi kaget cin", gerutuku sambil sesekali menoleh kea rah spion kiri yang kuhadapkan ke arahku. Aku tertawa melihat raut mukaku yang ambigu. Lucu, pengen nabok juga rasanya.
Tiiiit.......tiiittttt.....tiiiit
"Duh, lima belas menit lagi, mana masih jauh macet pula", seketika tawaku buyar melihat kearah jam tanganku yang tertulis 10:00, dan yaa, ujian hari ini dimulai pukul 10:15 dan aku masih berada jauh dari garis finish, gerbang sekolahku.
Entah nyali apa, tanganku begitu ringan menarik gas sebelah kanan, wussssh- feels like valentine rossi's daughter. Tanpa peduli rambu rambu apapun, tanpa menghiraukan klakson pengguna jalan lain, sepeda pemberian ayahku ini masih melaju dengan speedo 0 km/jam, yak arena speedometernya mati dan aku baru menyadarinya.
"Pakkkk jangan ditutup duluuu pakkk", teriakku dari seberang jalan. Yasssh, aku sampai pukul 10:10 . kurang 5 menit memang, tapi sebenarnya ini sudah diharamkan untuk masuk. "Halaah nduk, ayo cepetan masuk, sebelum satpol pp dateng" "terimakasih bapaak", sahutku sumringah. Untunglah bapak itu masih mau berbaik hati kepadaku. Bergegas aku memarkirkan sepedaku dan berjalan cepat menuju ke ruang kelas ujianku. Jauh kali memang, di pojok sana dan jangan bayangkan sekolahku seluas sekolah kalian. Kalau aku boleh sombong, bahkan alun alun kota kalian adalah lapangan sekolah ini, bisajadi luasnya 2-3 kali sekolah sewajarnya.
Kriiiiiiiiiiiiiingggg..........!!!!!!!!
Bel berbunyi ketika aku baru saja menarik nafas panjang karena terengah engah. Ya, Ujian. Masa bodo, Persetan dengan ujian hari ini, aku hampir benar benar tidak ada persiapan sebelumnya. Hari ini aku masih UAS ( Ujian tergantung pengawAS). Dan seperti biasa, waktu serasa berubah dua kali lebih cepat disaat saat seperti ini, dan bel tanda usai mengerjakanpun sepertinya mempunyai kedisiplinan yang tinggi untuk berbunyi. Lembar jawaban dikumpulkan, dan semuanya berhamburan keluar. Mungkin anak kelasku kehabisan runag untuk bernafas.
Aku pun tak terkecuali, kuambil hpku seraya berjalan menuju parkiran. Tertulis "Ma Bae", segera kutekan calling disana. Tak kurang dari 15 detik, suara yang membuatku semangat dan selalu semangat terdengar darisana. Suaranya sedikit parau, mungkin karena dia baru bangun tidur. Sudah biasa untuknya bangun jam segini, dan aku tak heran dengan itu. Cukup mendengar suaranya saja, senyumku bisa merekah kembali. Badmood karena kejadian tadi pagi yang masih membuatku sedikit sensi rasanya hilang seketika. Entah apa yang dia lakukan, tapi dia adalah obat dari segala penyakit untukku. Alay? Maaf, tapi itu menurutku.
Sebelum sampai parkiran, aku mampir ke ruang kelasku, memastikan bahwa semuanya sudah terkendali oleh pengurus masing masing, menuju sepeda, mematikan telepon dan beranjak pulang. Di rumah, aku melihat tanda centang di kontak WA nya belum berubah menjadi tanda Read, dia off. Cukup lama aku menunggu, sampai aku bisa makan siang, menjemput mama, hujan hujan, sampai akhirnya menikmati petrichor dan bergegas mandi.
"Masih off?", batinku. "Mungkin disana hujan deras, mungkin dia aktifin airplane mode nya", aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Lepas isya, aku mulai chatting dengannya, hanya beberapa chat saja karena aku harus belajar untuk mata pelajaran besok. Sekitar pukul 9, dia menelponku, kuangkat dan tak perlu waktu lama untuk kembali mengundang tawa kita. Dia berkata bahwa besok pagi dia akan berangkat ke Malang, pukul 3 dini hari, "ada acara kampus yang", katanya meyakinkanku. "oalaah iya, atiati aja ya kamu pokoknya", jawabku. Kemudian hening sesaat. "Yang, aku mau cerita", ucapku memecah keheningan. "Iya cerita aja, apa", jawabnya. Saat itu, aku menceritakan sesuatu yang membuatku menyesal telah melakukannya. Memang tidak sepenuhnya menjadi penyesalan, tapi hampir keseluruhan. Cerita yang klasik, yang menurutku dia harus tau, tapi bukan itu sebenarnya. Bukan "hal itu" yang dia harus ketahui, tapi jadwalku besok. Itu niat awalku. Tapi mulut ini seakan tak bisa diajak kompromi. Dia benar benar gesit. Tak mau berhenti menceritakan semuanya.
Aku adalah penderita mood swing yang hebat, dan kurasa dia tau itu. Setelah ceritaku berakhir dan dia menanggapinya dengan serius, dengan saran saran darinya, mendadak moodku 'anjlok' . Down. Berubah dengan begitu cepatnya. Dan itu membuatnya tidak nyaman sampai akhirnya kata 'malas' keluar dari mulutnya. Sama sekali tidak kuharapkan. Dan itu terdengar olehku, seorang gadis belia yang sedang berada dalam kondisi mood yang unstable. Aku terdiam. Dia terdiam. Aku tersinggung, sedikit. "Yaudah lah, daripada diem dieman gini tutup aja deh telfonnya" –tuuuuuuut.....! Ya, telfon diakhiri dari seorang yang kusebut 'moodboster' di seberang sana.
Aku benar benar moodswing, dan aku benci mengalami hal ini, karena aku sendiri tidak merasakannya. Akan kusadari jika aku benar benar sudah tenang. Aku berfikir apa yang harus aku lakukan karena aku merasa ini salahku. Aku menelpon balik.
"Apa lagi?"
"Maaf, aku moodswing berlebih"
"Ya aku gitu aja ya, kalo ada apa apa bilang maaf aja udah cukup ya"
Hening. Aku terdiam. Benar benar terdiam. Jujur, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Terbiasa dengan sikap orang orang sekitarku yang begitu paham dengan sifatku yang 'moody' ini membuatku merasa tak perlu khawatir untuk tak sengaja menyakiti mereka karena kata kataku. Tapi ini beda, dan aku benar benar tak bisa menjawab. Tak ada jawaban untuk mood yang selalu berubah setelah menceritakan sesuatu kepada orang lain ini.
Dan aku hanya terdiam.
"Udah, kalo ngga ada yang diomongin ndang tidur sana", katanya
Aku masih terdiam. Lama. Sampai akhirnya aku mengiyakan.
"Iyaudah, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" – tuuuuuuuuuuuutt-
Pipiku basah. Entah sejak kapan. Aku hanya merasa berbeda. Yang aku lakukan bukanlah aku. Aku tidak pernah sepasrah ini kepada laki laki. Aku selalu mempunyai argumen pembelaan sekedar untuk diriku sendiri. Tapi ini apa?
Aku masih terisak. Menangisi sesuatu yang memiliki sesuatu. Apalah maksudnya ini. Apakah seseorang yang berbeda ini untuk mendewasakanku? Tentang arti cinta itu buta? Sehingga aku memang tak bisa lagi melihat orang lain yang harusnya lebih baik dari dia? Tentang arti cinta itu tuli? Yang membuatku sedikit banyak meremehkan kata kata sahabatku tentang sebuah hubungan beda usia? Tentang arti cinta itu bisu? Yang membuatku sengaja tak berkata meski waktu dan kesempatan untuk itu benar benar ada di depan mata, hanya sekedar bertujuan menjaga suasana agar tetap indah dan tak ingin mengusik ketenangannya?
Aku memang masih terlalu muda untuk ini. Tapi, apa salah seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang tengah menjalin sebuah hubungan dengan laki laki berusia 6 tahun lebih dewasa darinya?
Ataukah memang cinta di pikiran orang orang dewasa seperti ini?
Atau memang ada satu karakter cinta yang masih belum terungkap?
Cinta, Apakah kau bodoh?
Good good👍👍
BalasHapus