Minggu, 19 Maret 2017

19.03.2017

Kamu Bodoh!!
Aku sangat membenci kata itu
Aku muak
Aku lelah
Tolong, jangan lagi
Aku tau, bukan ini yang kalian harapkan
Bukan seperti ini yang kalian inginkan
Tapi, Yang begini yang aku lakukan
Yang sedang mati matian aku perjuangkan
Jangan asal bicara kawan,
Yang aku butuhkan hanya semangat, bukan cacian.
Bantu aku bersabar menghadapi apa yang diujikan
Kau tau tentang putih dibalik hitam?
Atau, merah muda dibalik merah ranum?
Tidak, tidak akan bisa kau bedakan.
Begitu jua dengan hal ini, 
:- Perasaan. 

Sabtu, 18 Maret 2017

"Bukan Aku yang Melakukan, tapi Perasaanku" (18.03.2017)

Kau tau bagian mana dari kehidupan yang selalu saja misterius? Kau tau sesuatu apa yang selalu membuat penasaran, cemas, bahagia, bahkan terisak tangisan? Kau tau apa itu sayang? Jawabannya perasaan. Siapapun yang pernah mengalami sakit tapi tidak berdarah, luka tapi tidak memar, akan senantiasa mengerti, begitu paham dengan kalimat rumitku ini.

-Brakkkkk!!
“Woi woi, jangan ngelamun dong kalo nyetir. Ini itu jalan neng. Lupain masalah rumah, biar orang lain gajadi korbannya. Untung aja gaada luka luka, gaada yang kenapa – napa”, seru seorang bapak yang melompat dari tempat duduk di pinggir jalan begitu vespa matic ku ini menabrak pengendara sepeda motor dari arah berlawanan. Ibu – ibu yang tengah dibantu berdiri itu, membuyarkan semua lamunanku dan tentu menambah satu lagi masalahku hari ini.

“Ma... maaf bu, pak. Saya.. saya tidak fokus. Biar saya ganti ya, Bu kerusakannya”
“Ah, tidak usah nak tidak apa apa, saya juga tidak ada yang luka. Lain kali hati hati ya sayang. Lebih baik kalau kamu ada masalah, kamu istirahat dulu, jangan berkendara dulu”, ibu itu membalas tawaranku yang sebenarnya basa basi karena aku tidak membawa cukup uang dengan sangat halus. Ibu itu amatsangat sabar. Oh Tuhan, terimakasih. “Iya bu, saya pulang saja setelah ini. Sekali lagi saya minta maaf ya, Bu. Benar ini tidak ada yang perlu diganti bu?”, aku bertanya sekali lagi, sekedar untuk sopan santun saja. “Ibu yakin tidak menerima sepeserpun bu? Sudah jelas adek ini yang salah lho”, seru bapak bapak yang menolong ibu itu. Ah, bapak ini ada ada saja. Dasar kompor.

“Alah, sudahlah, kasihan adek ini. Sudah dek, ibu tidak apa apa. Adek pergilah, sebelum tambah panjang urusannya”, lagi, ibu itu dengan sangat lembut menyentuh pundakku. Tak tertinggal, senyuman manisnya yang mengembang mengikuti. “Terimakasih ibu, terimakasih banyak”, aku menyalami tangan ibu itu dengan takzim, dan bergegas pergi dari tempat itu.
“Kau tau sayang, saat seumuranmu, mama belum kenal yang namanya sakit hati seperti ini. Cinta kita masih cinta monyet. Masih malu untuk mengatakan langsung. Jangankan mengatakan langsung, bahkan ketika bertemu orang yang mama suka saat makan di kantin, mama langsung bergegas kembali ke kelas, mama malu nak”, Mama tersenyum kepadaku yang tengah tidur di pangkuannya. Aku baru saja bercerita ke mama bahwa aku menabrak ibu ibu tadi pagi. Mama tidak marah. Mama hanya bertanya ada apa? Kenapa? Begitu saja. Mama tau seharian ini aku memang tidak fokus. Dalam hal apapun.

Ma, anakmu ini tidak bisa berfikir jernih hari ini. Entah sampai kapan. Mungkin sampai aku bertemu dengannya ma. Dia adalah moodku. Aku bisa badmood garagara mama membatalkan janji jalan jalan denganku. Tapi percayalah ma, badmood itu tidak akan mempengaruhi pikiranku. Tapi jika dia? Ah tidak usah ditanya. Rasa rasanya, sate ayam pinggir jalan kesukaanku tak lagi nafsu aku memakannya.

“Aku sudah lama tidak bertemu dengannya ma. Mama tau kan, weekendku sekarang di rumah terus. Harusnya aku bertemu dengannya hari ini, tapi lihatlah. Pak Tua itu menjengkelkan. Merusak semuanya, bahkan mood anak gadismu ini”, aku sedikit menunduk bercerita ke mama. Mama hanya tersenyum. Ah, mama selalu begitu, senyum berjuta makna. Tapi aku selalu saja tidak bisa mengartikannya.

“Clara, Sayang, segala sesuatu terjadi karena alasan. Ada sedih biar kamu tidak lupa dengan Sang Pencipta saat kamu bahagia. Ada saat kamu kecewa, biar kamu bisa lebih dewasa. Bahkan kematianpun beralasan sayang. Rencana Tuhan jauh lebih indah dari yang Hambanya pikirkan”
“Tapi, ma..”
“Jangan potong mama, mama tau bagaimana perasaanmu saat ini. Tapi menyalahkan pak Tua karena dia tidak bisa secepat montir lain membenahi motormu tidak akan menyelesaikan masalah. Papamu juga tidak mengerti kalau mobilnya hari ini tidak bisa dipakai. Mama mana tau kalau motormu bermasalah. Sudahlah sayang, yang kamu sesalkan tidak akan menghasilkan apapun. Percaya mama, ketika kamu menyesali sesuatu, apakah penyesalan itu akan mengembalikan semuanya kepadamu?” “Dia hanya pulang kan, dia tidak pergi sayang. Kamu jangan terlalu jauh memikirkan kemungkinan kemungkinan yang akan terjadi. Kalau itu bisa memotivasimu, membuatmu berpikir positif, oke,lakukan. Tapi kalau sebaliknya, jangan. Itu hanya akan mengundang penyakit lain. Mama mengandungmu sembilan bulan, berharap kamu jadi anak yang ceria, cantik, baik, dan tentu bahagia sepanjang hidupnya. Tapi kalau seseorang membuatmu bersedih seperti ini dalam beberapa menit saja, mama hancur nak. Kamu tidak selemah itu. Ini hanya urusan perasaan. Memang begitu sifat perasaan. Misterius”, mama menatapku sendu, matanya dalam mengiris hatiku. Aku tidak bisa berkata, airmata ini menetes di pelukan mama. “Berjanjilah sayang, kamu tidak akan seperti ini lagi. Bisajadi besok, besok lusa, kalian akan bertemu. Pastilah secepatnya. Ketika Sang Pencipta berkehendak, tidak ada yang tidak mungkin sayang”. Aku hanya mengangguk, masih menangis di pelukan mama.


Aku ingin menelponnya. Chat WA ku hanya centang biru, tanda read. Lastseennya tertera disitu 9:09 PM, sedangkan sekarang 9:18 PM. Itu chat tadi siang, aku tau saat chatku mulai delivered-read, saat dia online tapi mengabaikan pesanku. Aku tau saat dia view story wa ku. Aku tau, karena itu fasilitas aplikasi whatsapp. Tapi satu yang aku tidak tau, alasan tidak ada chat balasan dari dia, dan alasan kenapa panggilan masuk dariku tidak ada respon sama sekali. Aku ingin menelponnya? Jangan percaya aku, aku sudah melakukannya, tapi hasilnya nihil. Mama benar, bicara tentang perasaan, selalu misterius.

Senin, 13 Maret 2017

"It Just Enough" (13.03.17)

Tuhan, apa yang terjadi hari ini benar benar menghantam hatiku. Aku tau tentang kesalahanku. Aku paham tentang betapa bodoh dan kacaunya aku. Tapi Tuhan, jujur, bahkan fikiran ini juga tak mampu membayangkan hal positif yang akan terjadi. Semua rasa takut, gelisah, sedih, senang, putus asa dan rapuh bercampur menjadi satu. Entahlah, aku belum menemukan kalimat yang tepat untuk menggambarkan suasana hatiku ini.
(13 Maret 2017)

"Aduh, Vika. Kamu kenapa lagi sih, haa? Kamu nulis apa itu di diarymu?"
"Nothing"
"Kamu itu tetep aja yaa, dia, dia, dia dan dia. Yang lain kek. Ada apanya si dia. Lihat kamu, kamu itu sakit sayaang. sakit luar dalem."
"Apasih, aku sehat. Aku gapapa. I'm Fine", jawabku ketus. 
Ya, Erika memang begitu. Dia yang akan marah marah ketika ada seseorang yang menyakitiku bahkan tak segan segan menghabisinya bilamana sampai membuat airmataku menetes. "Ya, kamu sehat. Aku yang sakit", tiampalnya setelah aku diam beberapa saat.
Lihatlah, dia akan terus begitu sampai terdengar tawa dari mulutku ini.
Ya, memang beginilah adanya aku. Vika Reynasandria Lionita. Aku bukan tipe anak diam. Samasekali bukan. Tapi aku akan diam ketika aku merasa bicarapun tiada gunanya. Dan jeleknya, diamku tidak hanya ke satu orang. Tapi ke semua orang yang aku temui. Entahlah, bahkan akan lebih parah jika yang aku temui adalah oran terdekatku. Sahabatku misalnya. Aku tidak tau. Aku hanya beranggapan bahwa mereka akan dengan mudah memaklumiku karena mereka memahamiku. Ya, begitulah. Jadi, Maaf ya.

"Gila lu, kenapa akhir akhir ini nilai lu ga karuan, Vik?", Rico sang ketua kelas menegurku yang tengah duduk di kursi paling depan. Aku terdiam. "Vik, eh. Lu budheg kali yaa", kali ini dia agak merapatkan badan ke arahku. Aku masih terdiam. "Vik, eh bangsat lu", nadanya lumayan keras sampai membuyarkanku dari lamunan. "What?", begitulah responku. Dengan raut wajah dan nada yang datar. Dia tidak tau aku memakai earphone dengan volume melebihi aliran musik cadas konser. Tanpa ba-bi-bu, dia cabut. Bagaimana tidak? tatapan mataku sudah seperti medusa yang kesurupan setan alaska. 

Bel pulang berbunyi, aku masih duduk termenung. Aku memakai masker, sengaja. Sesekali aku meneteskan airmata. Jangan tanya kenapa, aku tidak tau persis alasannya. Earphone ini sudah ada di telingaku sejak aku perjalanan ke sekolah sampai bel pulang berbunyi. Itu artinya sudah kurang lebih 8jam aku mengenakannya. Yang lebih parah lagi, berarti seharian ini aku benar benar mengasingkan diri dari kesibukan kelas, dan isinya. Aku present, tapi absent. 

Erika, Lusiana, Tirta dan Nirwana ternyata sudah mengelilingiku sejak limabelas menit yang lalu. Tidak, aku benar benar tidak menyadarinya. "Kalian nggak pulang?", tanyaku sembari berdiri dan memperbaiki posisi earphoneku. "Eh, kontakku mana?" Sial, aku selalu saja mengulangi kesalahan yang sama. Kemudian Erika menyuruhku duduk. Ya, mungkin dia yang sengaja menyimpan kunci sepeda motorku. Itu memang sudah kebiasaan baiknya. 

"Just tell us, what happend to you?!", Erika memulai pembicaraan.
"Hei?? What? Nothing happend. Everything's okey. I'm Fine", aku setegarnya saja.
"You cry, Bitch. You Cry", kalau saja tidak ditarik Lusi, Erika akan mendorongku saat itu. Begitulah dia, kasar, tapi sayang. " Enggak. aku ngga nangis. Nggaada apa apa, Just believe me and let me go. I wanna go home. Lagian siapa yang nangis, haha", aku membalas mereka dengan tawaku yang amatsangat memaksa. "Fak. You do", dan lagi, Erika murka. Tirta kemudian memegang tanganku, menarikku kembali duduk dan tenang. "Kamu kenapa Vika? Kenapa? Cerita ke kita", Nirwana menyusulnya dengan pertanyaan. Aku melihat mereka satu persatu kemudian terdiam, duduk, dan beruraian airmata. Maaf, aku lepas kendali. 

Di meja, tangisku memuncak. Aku tidaktau pasti siapa diantara mereka berempat yang memelukku. Itu sangat menenangkan. Tapi aku hanya diam. Aku tidak mampu berkata. "Aku ingin bercerita kepada kalian, sungguh. Tapi maaf, untuk kali ini aku belum bisa, ini sangat menyesakkan. Sakit banget rasanya jantungku, guys", Aku berkata sekuatku dan merapikan tempat dudukku, lebih dekat ke mereka. 

"Kamu tau kan, aku sekarang sama siapa. Kamu tau kan bagaimana hubunganku dengan dia? Kalian semua tau kan aku sangat sayang Martin. Ya memang, sebelum dia banyak yang singgah di hatiku, tapi mereka tidak ada bandingannya dengan Martin. Bahkan samasekali. Martin bisa membuatku rapuh ketika pelangi sedang menggores permukaan langit, dan membuatku terbang ketika kalian sedang merasakan hujan badai disini. Aku tau, kalian akan dan selalu ada untukku, tapi Martin lebih spesial. Tentu karena dia lawan jenis dan dia lebih dari teman. Dia adalah semangatku. Adalah hidupku mungkin. Berlebihan yaa? haha", aku menahan ceritaku dan tertawa sedikit.  "Ya, tapi bagaimana lagi, aku yang mengalami. Kau tau kan bagaimana cinta? Ketika dia menyayat hati, yang luka tidak hanya perasaan, tapi fisikpun ikut merasakan. Dan itu aku alami. Sudahlah hanya sebatas itu yang mampu aku ceritakan", aku tersenyum di akhir ceritaku. Teman temanku saling pandang bergantian. Aku mengerti mereka bingung. Memang kubuat, sengaja mereka kubuat berfikir, tentu agar mereka tidak menyuruhku berhenti mencintai Martin.

Tidak, mereka tidak jahat. Tapi bahkan, kalian akan melakukan hal yang sama ketika sahabat atau teman dekat atau orang yang kalian sayang tidak diperlakukan sebagaimana kalian mengistemawakan mereka oleh orang yang mereka istimewakan bukan? Tapi disisi lain, mereka akan buta kawan. Jangan terus memaksa mereka, itu tidak akan berguna. Cobalah untuk selalu menjadi pendengar yang baik, mereka akan lebih membutuhkannya. Jangan judge, jangan sesekali. Mereka cukup kenyang dengan semua cacian sayang. Sudahlah, tak usah bertanya kenapa mereka masih bertahan. Kalian pasti tau filosofi cinta itu buta kan?

It just enough.

Cinta, Apakah Kau Bodoh? (13.03.17)

Pernahkah kalian mencoba berkenalan dengan sesuatu bernama cinta? Yang kata orang cinta itu buta, cinta itu tuli, cinta itu bisu? Gambaran yang begitu menjijikkan apabila dibayangkan. Tapi kemudian yang lain dari mereka berkata bahwa cinta itu indah, lalu sebenarnya cinta itu bagaimana?

Jatuh cinta itu, benar benar tidak pernah diduga, atau terduga sebelumnya. Bagaimana mungkin ketika kalian jatuh kalian diberi aba aba agar siap untuk jatuh? No, mungkin kalian sedang lomba jika ada aba aba untuk jatuh cinta.
Masih dalam keraguan tentang cinta. Apa sebenarnya cinta? Kata orang orang dewasa, cinta itu menakjubkan, mengagumkan, sempurna katanya. Tapi yang aku tau, orang dewasa lebih suka berbohong dalam hal apapun. Atau bahkan mereka hanya mengandai – andaikan itu saja. ya, kurang lebih seperti pengandaian mereka saat kecil, dimana mereka beranggapan bahwa menjadi dewasa akan terasa lebih menyenangkan. Tapi nyatanya? Tidak kurang dari 50% senyum kecut yang terukir di wajah mereka ketika kalian berkata "menjadi dewasa itu menyenangkan".

Dan lagi, apa jatuh cinta terbuka untuk semua usia? Ya, maksudku apa seumuranku yang masih duduk di bangku SMA kelas 10 ini pantas membicarakannya? Atau jatuh cinta hanya ajang perasaan untuk anak anak muda yang beranjak dewasa yang sudah mengenakan lipstick , mascara dan eye liner saat akan pergi bahkan hanya sekedar ke toko dekat rumah?
Apakah selancang itu aku melangkahi mereka? Atau rasa penasaranku mengalahkan batasan usiaku? Entahlah.
***

"Ahhh sialan, masa iya aku terlambat ujian kali ini? Gimana kalo aku di hukum? Gimana kalo aku nanti gabisa ikut mapel, mana ujiannya susah susah lagi, gimana kalo.."
Braaak!!!!!!
"Aduh gimana sih bapak"
"Aduh maaf neng..", ucap si bapak sambil sedikit menoleh ke arahku tanpa memberhentikan sepedanya.
"Kampret banget dah tuh orang, apaan sih", gerutuku yang akhirnya tersadar dari lamunan karena sepeda motorku menabrak bagian belakang sepeda motor bapak bapak pekerja kantoran tadi.
"salah siapa berhenti mendadak, kan ekye jadi kaget cin", gerutuku sambil sesekali menoleh kea rah spion kiri yang kuhadapkan ke arahku. Aku tertawa melihat raut mukaku yang ambigu. Lucu, pengen nabok juga rasanya.

Tiiiit.......tiiittttt.....tiiiit
"Duh, lima belas menit lagi, mana masih jauh macet pula", seketika tawaku buyar melihat kearah jam tanganku yang tertulis 10:00, dan yaa, ujian hari ini dimulai pukul 10:15 dan aku masih berada jauh dari garis finish, gerbang sekolahku.
Entah nyali apa, tanganku begitu ringan menarik gas sebelah kanan, wussssh- feels like valentine rossi's daughter. Tanpa peduli rambu rambu apapun, tanpa menghiraukan klakson pengguna jalan lain, sepeda pemberian ayahku ini masih melaju dengan speedo 0 km/jam, yak arena speedometernya mati dan aku baru menyadarinya.
"Pakkkk jangan ditutup duluuu pakkk", teriakku dari seberang jalan. Yasssh, aku sampai pukul 10:10 . kurang 5 menit memang, tapi sebenarnya ini sudah diharamkan untuk masuk. "Halaah nduk, ayo cepetan masuk, sebelum satpol pp dateng" "terimakasih bapaak", sahutku sumringah. Untunglah bapak itu masih mau berbaik hati kepadaku. Bergegas aku memarkirkan sepedaku dan berjalan cepat menuju ke ruang kelas ujianku. Jauh kali memang, di pojok sana dan jangan bayangkan sekolahku seluas sekolah kalian. Kalau aku boleh sombong, bahkan alun alun kota kalian adalah lapangan sekolah ini, bisajadi luasnya 2-3 kali sekolah sewajarnya. 
Kriiiiiiiiiiiiiingggg..........!!!!!!!!

Bel berbunyi ketika aku baru saja menarik nafas panjang karena terengah engah. Ya, Ujian. Masa bodo, Persetan dengan ujian hari ini, aku hampir benar benar tidak ada persiapan sebelumnya. Hari ini aku masih UAS ( Ujian tergantung pengawAS). Dan seperti biasa, waktu serasa berubah dua kali lebih cepat disaat saat seperti ini, dan bel tanda usai mengerjakanpun sepertinya mempunyai kedisiplinan yang tinggi untuk berbunyi. Lembar jawaban dikumpulkan, dan semuanya berhamburan keluar. Mungkin anak kelasku kehabisan runag untuk bernafas.

Aku pun tak terkecuali, kuambil hpku seraya berjalan menuju parkiran. Tertulis "Ma Bae", segera kutekan calling disana. Tak kurang dari 15 detik, suara yang membuatku semangat dan selalu semangat terdengar darisana. Suaranya sedikit parau, mungkin karena dia baru bangun tidur. Sudah biasa untuknya bangun jam segini, dan aku tak heran dengan itu. Cukup mendengar suaranya saja, senyumku bisa merekah kembali. Badmood karena kejadian tadi pagi yang masih membuatku sedikit sensi rasanya hilang seketika. Entah apa yang dia lakukan, tapi dia adalah obat dari segala penyakit untukku. Alay? Maaf, tapi itu menurutku.

Sebelum sampai parkiran, aku mampir ke ruang kelasku, memastikan bahwa semuanya sudah terkendali oleh pengurus masing masing, menuju sepeda, mematikan telepon dan beranjak pulang. Di rumah, aku melihat tanda centang di kontak WA nya belum berubah menjadi tanda Read, dia off. Cukup lama aku menunggu, sampai aku bisa makan siang, menjemput mama, hujan hujan, sampai akhirnya menikmati petrichor dan bergegas mandi.

"Masih off?", batinku. "Mungkin disana hujan deras, mungkin dia aktifin airplane mode nya", aku mencoba menenangkan diriku sendiri. Lepas isya, aku mulai chatting dengannya, hanya beberapa chat saja karena aku harus belajar untuk mata pelajaran besok. Sekitar pukul 9, dia menelponku, kuangkat dan tak perlu waktu lama untuk kembali mengundang tawa kita. Dia berkata bahwa besok pagi dia akan berangkat ke Malang, pukul 3 dini hari, "ada acara kampus yang", katanya meyakinkanku. "oalaah iya, atiati aja ya kamu pokoknya", jawabku. Kemudian hening sesaat. "Yang, aku mau cerita", ucapku memecah keheningan. "Iya cerita aja, apa", jawabnya. Saat itu, aku menceritakan sesuatu yang membuatku menyesal telah melakukannya. Memang tidak sepenuhnya menjadi penyesalan, tapi hampir keseluruhan. Cerita yang klasik, yang menurutku dia harus tau, tapi bukan itu sebenarnya. Bukan "hal itu" yang dia harus ketahui, tapi jadwalku besok. Itu niat awalku. Tapi mulut ini seakan tak bisa diajak kompromi. Dia benar benar gesit. Tak mau berhenti menceritakan semuanya.

Aku adalah penderita mood swing yang hebat, dan kurasa dia tau itu. Setelah ceritaku berakhir dan dia menanggapinya dengan serius, dengan saran saran darinya, mendadak moodku 'anjlok' . Down. Berubah dengan begitu cepatnya. Dan itu membuatnya tidak nyaman sampai akhirnya kata 'malas' keluar dari mulutnya. Sama sekali tidak kuharapkan. Dan itu terdengar olehku, seorang gadis belia yang sedang berada dalam kondisi mood yang unstable. Aku terdiam. Dia terdiam. Aku tersinggung, sedikit. "Yaudah lah, daripada diem dieman gini tutup aja deh telfonnya" –tuuuuuuut.....! Ya, telfon diakhiri dari seorang yang kusebut 'moodboster' di seberang sana.

Aku benar benar moodswing, dan aku benci mengalami hal ini, karena aku sendiri tidak merasakannya. Akan kusadari jika aku benar benar sudah tenang. Aku berfikir apa yang harus aku lakukan karena aku merasa ini salahku. Aku menelpon balik.
"Apa lagi?"
"Maaf, aku moodswing berlebih"
"Ya aku gitu aja ya, kalo ada apa apa bilang maaf aja udah cukup ya"
Hening. Aku terdiam. Benar benar terdiam. Jujur, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya. Terbiasa dengan sikap orang orang sekitarku yang begitu paham dengan sifatku yang 'moody' ini membuatku merasa tak perlu khawatir untuk tak sengaja menyakiti mereka karena kata kataku. Tapi ini beda, dan aku benar benar tak bisa menjawab. Tak ada jawaban untuk mood yang selalu berubah setelah menceritakan sesuatu kepada orang lain ini.
Dan aku hanya terdiam.
"Udah, kalo ngga ada yang diomongin ndang tidur sana", katanya
Aku masih terdiam. Lama. Sampai akhirnya aku mengiyakan.
"Iyaudah, assalamualaikum"
"Waalaikumsalam" – tuuuuuuuuuuuutt-

Pipiku basah. Entah sejak kapan. Aku hanya merasa berbeda. Yang aku lakukan bukanlah aku. Aku tidak pernah sepasrah ini kepada laki laki. Aku selalu mempunyai argumen pembelaan sekedar untuk diriku sendiri. Tapi ini apa?
Aku masih terisak. Menangisi sesuatu yang memiliki sesuatu. Apalah maksudnya ini. Apakah seseorang yang berbeda ini untuk mendewasakanku? Tentang arti cinta itu buta? Sehingga aku memang tak bisa lagi melihat orang lain yang harusnya lebih baik dari dia? Tentang arti cinta itu tuli? Yang membuatku sedikit banyak meremehkan kata kata sahabatku tentang sebuah hubungan beda usia? Tentang arti cinta itu bisu? Yang membuatku sengaja tak berkata meski waktu dan kesempatan untuk itu benar benar ada di depan mata, hanya sekedar bertujuan menjaga suasana agar tetap indah dan tak ingin mengusik ketenangannya?

Aku memang masih terlalu muda untuk ini. Tapi, apa salah seorang anak perempuan berusia 15 tahun yang tengah menjalin sebuah hubungan dengan laki laki berusia 6 tahun lebih dewasa darinya?
Ataukah memang cinta di pikiran orang orang dewasa seperti ini?
Atau memang ada satu karakter cinta yang masih belum terungkap?
Cinta, Apakah kau bodoh?

Kamis, 02 Maret 2017

02.03.2017 (2)

hai,
salam untuk semua yang kusayang.
hai mama, ayah, adik adikku, 
om, tante, kakek dan nenekku.
hai semuanya.
salam wahai sahabat tercinta.
entah apa yang kutulis saat ini,
aku hanya mengikuti gerak demi gerak jemariku.
aku mencoba mengartikan apa yang hati nuraniku katakan.
sebisa mungkin aku mencobanya.


teruntuk kamu,

yang selalu setia menemaniku,
dalam suka dan duka,
dalam asa yang hampir pasrah.
merajut mimpi yang akhirnya bisa kugenggam kembali.
terimakasih.
terimakasih atas hadirmu membuat rapuhku menjelma pergi.


teruntuk kamu,

yang senantiasa sabar memberiku pengarahan.
yang terlalu baik kuanggap sebagai kawan
yang terlalu indah memori ini menjadi kenangan,
terimakasih sekali lagi..


lewat kata kata ini, 

mewakili perasaan yang memuncak di batas sanubari.


aku tak lagi bisa mencurahkan seperti hari kemarin

rasanya amatsangat berat.
aku pun masih tak percaya.
layaknya, goresan tinta yan termakan usia
terlihat indah,
namun rapuh serapuh rapuhnya


aku takut, kawan.

aku takut.
bagaimana jika nanti,
sebentar lagi,
kalian tak lagi bisa kutemui?


aku amatsangat merasa sendiri hari ini.

telah lama rasanya aku ingin sekali mengungkapkannya,
tapi apalah daya,
lisan ini tak bisa berkata,
linglung aku dibuatnya.


hai kawan,

apakabarmu hari ini?
aku tau tadi pagi kita masih bertemu.
tapi tolong yakinkan aku,
bahwa esok, canda tawamu masih bisa kudengar.
ya kan?


sahabat,

izinkan aku memanggilmu sahabat,
bahkan mungkin untuk yang terakhir kali.
kuatkan aku, wahai sahabat.
jika benar adanya penyakit yang aku idap.
jika benar adanya resiko yang akan aku tanggung.
jika benar adanya kenyataan yang harus aku hadapi,
tolong kuatkan aku sekali lagi sahabat..
aku terlalu takut jika sampai waktuku benar menghampiri.

Hai ayah, 
terimakasih atas keringat yang bercucuran.
maaf, aku teramat sangat sering menjadi gadis yang mengecewakan.
sering pulang terlambat,
berkata bohong,
atau mendiamkanmu selama beberapa hari.
Hai mama,
terimakasih atas air susumu dulu,
amatsangat berarti untuk kehidupanku.
terimakasih banyak telah mengorbankan jiwa dan ragamu untukku.
maaf, balasanku tak ada seperempatnya.
maaf aku terlampau sering jua membuatmu kecewa.


Tuhan,

sampaikan salam manis terindahku,
untuk mereka yang selalu mendampingiku,
menyemangatiku,
disampingku,
sampai menghapus air mataku.


Tuhan,

jika sampai benar keranda mayat berada di halaman depan rumahku,
bendera kuning berkibar di pagar rumahku,
dan orang orang memakai baju putih,
membaca yasin di dalam rumahku,
kumohon sempatkan aku Tuhan..
beri aku waktu untuk mencium kaki ibuku..
untuk memeluk erat ayahku..
untuk bercanda, atau sekedar bercengkerama dengan para kerabatku,
dan untuk sekilas menatap senyum di wajah sahabatku..


perkenankan aku Tuhan..

ampuni aku atas airmata mereka karena ulahku..
ampuni aku Ya Rabb..
mengecawakan mereka, 
adalah kebiasaanku selama hidup..


Tapi tolong kumohon, 

Jika sampai waktu itu, aku belum sempat melakukan semuanya.
Jika rasa sakit ini menghancurkan semuanya.
Jika vonis dokter meruntuhkan kenanganku sebelumnya..
izinkan aku menitip pesan kepada-Mu 
wahai Tuhan Yang Maha Agung


Sampaikan rasa terimakasihku kepada mereka..

dan sabarkan hati mereka,
seka airmata mereka,
jangan biarkan airmatanya menetes walau setitik saja.


aku ingin melihat mereka tersenyum.

sebagaimana pertemuan pertama yang kita buat,
ketika aku masih sehat.

02.03.2017

Menyesal,
mungkin pada akhirnya kata itu jua yang akhirnya terucap
masih berurusan dengan orang yang sama
kejadian, waktu dan tempat yang tak berbeda.
entah kepada siapa aku akan bercerita
aku tak mampu mengungkapkannya
orang orang kini bermuka dua!!
tak ada yang bisa dipercaya.
apakah aku harus menangis?
tapi untuk apa?
airmataku yang menetes tak akan serta merta mengembalikan semuanya.
kenangan indah yang telah hilang adanya.
yang telah hancur dibuatnya.
pun, akan terasa sia sia saja.
hati ini akan semakin pedih jadinya.
kau pernah menyayat nadimu dengan pisau yang tumpul kah?
jangan. tak usah dicoba.
cukup dengarkan saja ceritaku, lalu kau akan menemukan jawabnya.
mengerti bahwasanya sebilah pisaupun akan mati,
dibandingkan dengan rasa ini.
ini seperti curhatan anak alay di tembok sekitar rumahmu mungkin.
tapi tolong bedakan, 
tersenyum di setiap untaian kata, akan berbeda
jika kau samakan dengan goresan darah yang mereka upload
di sosial media.

BIRTHDAY GIRL !!

  Halooo My GIRLLLL !! It’s been a long time since we met last time right? I know u miss me more than everything haha. You know dear, it...