Kurasa baru kemarin aku bertemu dengannya
Sosok lemah lembut yang selalu membuatku nyaman di
sampingnya
Bercengkrama, bersenda gurau, bahkan bercerita dengannya
Pernah suatu ketika hingga fajar kulihat menyapa di ufuk
utara,
Kemudian pun aku berpamitan kepadanya,
Menyalimi tangan tuanya yang tengah berkeriput
Sebagai tanda rasa hormat dan sayang kepadanya
Andaikata aku bisa memilih untuk tetap tinggal,
Samasekali aku tidak akan pernah keberatan untuk mengiyakan
Tapi harus dibawah kesadaranku, aku berfikir
Ini adalah keluarga orang lain, dan kehadiranku disini hanya
sebatas bertamu
Bagaimana mungkin aku bisa melakukan semauku
Walau sebenarnya benar benar aku mengharapkan itu
Di rumah, senyuman yang telah sempurna layaknya bunga tulip
di pagi hari,
Yang mekarnya tiada yang tau pun hilang sia sia
Hamparan ilalang menenggalamkan wangi dan warnanya begitu
saja
Tanpa merasa bersalah, tanpa ada analisa
Kembali ke jalan, sedikit bunga mawar kutemui,
Walau merah maroon yang gelap di latar belakangi hampara
padi dengan langit malam yang pekat,
Namun tetap menawan, masih indah dipandang
Masih segar, semerbak baunya, takjub pula aku dibuatnya
Tapi aku tak mau memetiknya,
Aku sadar,
Memetiknya adalah malapetaka bagi kumbang disekitarnya
Mencabut dari tangkainya adalah kesedihan yang dirasa kupu
kupu di sekelilingnya
Lalu yang aku bisa hanya memandanginya dari jauh
Hanya sebatas mengaguminya walau tak menyentuh
Dan menjaganya agar terus hidup didalam hatiku
Bagaimanapun jua, aku harus menerima bahwa
Mawar yang tetap menyala didalam gelapnya,
Suatu saat juga akan hilang ditelan malam,
Apalagi malam yang membawa seseorang terpikat kepadanya
Dan meringankan tangannya membawa mawar dengan kelopaknya
yang bergelombang
Ke suatu tempat dan tak kembali
Ya, bagaimanapun jua,
Lalu sama, yang aku bisa hanyalah mengenangnya
Karena sejatinya segalanya akan kembali ke penciptaNya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar